Senin, 17 Juni 2013

Finnaly End | One Shoot







A Fanfiction By Syifauziah

Tittle : Finnaly End || Main Cast : Luhan [EXO M] Seol Ha Na [ OC ] || Support Cast : Lee Ji Eun [ OC] || Duration : One Shoot || Genre :  Romance, Sad || Rating : 15+

Summary : Kisah yang kita rajut bersama, akan berakhir pada akhirnya. Namun seluruh perasaan
Ku padamu tidak akan pernah berakhir.

Disclaimer : All cast belong to themselves and GOD. But This story belong to me ^^
Don’t Be A Plagiarizm



“Ha Na-yah.  Bagaimana jika kita bertemu di coffee shop didekat kampusmu? Ada yang ingin aku bicarakan..” 

Wanita bernama Seol Ha Na itu mengangkat ponselnya dengan susah payah. Tangan kanannya membawa buku kamus yang sangat tebal, sementara tangannya yang satu lagi memegang sekantung plastik makanan instan yang baru dibelinya disupermarket. Bahkan ponselnya ia jepit diantara telinga dan dipundaknya. Ia manusia biasa, dan Tangannya hanya dua.  Disituasi ini ia memilih mengalah dan duduk dibangku halte, menaruh kantung belanjaan di bawah bangku sementara tangannya yang bebas memegang kembali ponselnya.

Telepon dari Luhan. Kekasihnya..
Tapi kenapa ia merasa telepon kali ini berbeda dengan hari-hari biasanya.

Luhan meneleponnya, tanpa sapaan halo. Tanpa panggilan khusus yang mereka ciptakan. Tanpa kata-kata sayang yang biasanya ia lontarkan disetiap kalimat. Ha Na mendegus kesal.. Namun ia lebih memilih memendam rasa kesalnya karena ia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Untuk apa Luhan memintanya bertemu di coffee shop dekat kampusnya? Toh hari ini ia sedang tidak ada mata kuliah.

Ha Na akhirnya memenuhi pemintaan Luhan.

“Baiklah lu, jam berapa? Hari ini aku sedang tidak ada mata kuliah. Kenapa memintaku datang kesana?” Tanya Ha Na. Dengan rasa penasaran yang terus membuncah di otaknya.  Luhan meneleponnya.. namun  berbicara langsung ke intinya.

“Jam 4 sore. Bagaimana?” Dan Luhan tidak menjawab kenapa. Hanya memberitahu kapan mereka akan bertemu.

Ha Na menggigit bibirnya. Pukul 4 sore. Ada variety show favoritnya yang mengudara pukul jam 4 sore. Namun Luhan jauh lebih penting daripada Variety show.

“Sekarang sudah pukul setengah 4. Tanggung, aku sedang berada dijalan. Bagaimana kalau sekarang?”  Jawab ha Na, mencoba bernegoisasi.

“Terserah kau. Aku sudah berada disini sejak 2 jam yang lalu.” Jawab Luhan. Dan Ha Na benci kata terserah. Baginya Kata-kata terserah merupakan bentuk ketidak pedulian.

Hey, tunggu. Untuk apa Luhan berada disana? Sejak 2 jam yang lalu?

“Kau bersama temanmu?” Tanya Ha Na. Hanya mencoba menebak.

“Aku sendiri.” Jawab Luhan. Kata-katanya datar-datar saja. 

Untuk apa Luhan berada disana? Sejak 2 jam yang lalu? Dan dia Sendirian?

Saat ini Ha Na tidak mampu menebak suasana hati Luhan saat ini melalui suaranya. Suaranya yang biasanya cerah dan bersemangat mendadak sirna. Bahkan biasanya Luhan akan jadi lebih cerewet dari dirinya mendadak pelit berbicara. Ada apa ini? Perasaan gadis itu mulai tidak menentu. Ia mulai merasa gelisah.

Baiklah kali ini Seol Ha Na mencoba untuk tidak banyak bicara dan menuruti permintaan Luhan. Hanya Datang ke coffee shop.  Apa susahnya? Lagipula untuk menemui kekasihnya yang sudah jadi kekasihnya selama 3 tahun. Ia akan dengan hati rela akan datang kesana sekalipun ada badai besar ditengah kota.

“Oke. Aku akan datang dalam waktu 15 menit. Tunggu aku Lu.” Jawab Seol Ha Na. Dan..


Tut.


Telepon terputus.

Seol Ha Na merapikan plastik belanjaannya dan menaruh ponselnya kedalam tas selempang cokelatnya. Memasukkan kamus tebalnya juga. Buku itu beratnya mungkin saja hampir setengah kg. Menyebalkan sekali mengingat buku itu punya 700 halaman.




Coffee shop sudah terlihat. Dan Seol Ha Na sedang menapaki jalanan trotoar untuk sampai kesana. Sub Waynya terlambat datang sepuluh menit dan membuatnya harus menunggu lebih lama lagi dihalte. Ia kesal ketika subway itu berhenti mendadak dan isi  kantong plastiknya berhamburan, jatuh ke kolong-kolong tempat duduk bis. 

Janjinya yang akan datang kesana dalam waktu 15 menit tentu saja teringkari. Ia sudah terlambat 12 menit lebih.

Ia membuka pintu kaca utama masuk kedalam Coffee shop. 

Ketika ia membuka pintunya.. Ia suka bunyi bel yang terletak diujung pintu. Akan berbunyi jika pintu terbuka. Moodnya yang buruk langsung berubah baik ketika masuk ke dalamnya.

Aroma kopi yang khas menguar dan tersebar sampai keseluruh ruangan. Ia dapat menciumnya walau baru saja masuk kedalam cafe. Tercium wangi kue muffin yang baru saja diangkat dari oven dan baru saja diletakkan dietalase kue, berwarna coklat dan terlihat menggemaskan untuk dimakan. Mungkin ia butuh satu cangkir cappuchino hari ini. Dengan beberapa cup muffin sebagai pendamping.

Ia melihat Luhan duduk diujung café. Pandangannya mengarah ke jendela besar yang berada disampingnya. Menyuguhkan pemandangan jalan raya yang penuh dengan hiruk pikuk kendaraan.  Ia memakai kaos putih dan celana hitam. Jaketnya juga hitam, menutupi hampir sebagian kaosnya. Senada dengan Seol Ha Na yang memakai kemeja putih dan blazer hitam.

Ha Na berjalan menuju meja dan kursi tempat Luhan berada. Tempat yang bagus. Tempat yang menjadi favorit mereka. 

Ditempat ini Luhan dan Ha Na pertama kali bertemu. Ha Na kelihangan Flashdisk yang berisi tugas dari dosen mata kuliahnya, lalu tanpa sengaja Luhan menemukkannya. Ditempat ini mereka sering bertemu dan jadi teman mengobrol. Ditempat ini Luhan menyatakkan perasaannya kepada Seol Ha Na. Ditempat itulah mereka merayakkan hari jadi mereka yang pertama dan yang ke dua. Dan bulan depan akan jadi yang ketiga. Ditempat itulah Luhan merayakkan ulang tahunnya 2 tahun terakhir bersama Ha Na dan begitupula sebaliknya.

Ditempat itulah dimana banyak kenangan-kenangan bersama Luhan yang ia lalui. Kenangan-kenangan indah yang selalu Ha Na rekam didalam memorinya. dan disaat-saat tertentu, ia akan memutarnya kembali, dan ketika ia mengingat memorinya bersama Luhan kembali, ia dapat tersenyum walau ia mengalami hari buruknya sekalipun. Bahkan ia pernah berjanji tidak akan menghapusnya walau apapun yang terjadi. My Memories is very precious—Ha Na.

“Hai. Lu..”Ujar Ha Na duduk dikursi yang berhadapan dengan Luhan. Ia meletakkan kantong plastiknya dibawah. Didekat kaki kursinya.

Tatapan Luhan yang tadinya mengarah ke jendela. Sekarang berpindah ke gadis yang berada dihadapannya itu. Lalu menarik bibirnya sehingga membentuk seulas senyuman.

Bahkan dihubungan mereka yang telah berjalan hampir 3 tahun. Senyuman Luhan mampu membuat Ha Na meleleh ditempat itu. Saat itu juga. Ia bersyukur ia selalu dapat menikmati senyuman itu. Namun senyumannya hanya bertahan 3 detik. Biasanya ia dapat menikmatinya lebih dari 10 detik.

“Kau sudah pesan sesuatu?” Tanya Luhan. Terlihat datar-datar saja. Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa senyum yang terlihat tulus itu kadarnya terlihat berkurang?

“Nanti. Aku akan pesan. Kau pesan 2 gelas Americano? Aku baru tahu jika kau menyukainya.” Ujar Seol Ha Na ketika melihat satu gelas besar kopi Americano yang sudah habis. Dan satu gelas lagi dengan isinya yang hanya tinggal setengah berada diatas meja.

“Aku hanya sedang ingin meminumnya..” Jawab Luhan. Singkat.

Kemudian sunyi mengambil alih. Tak biasanya ia seperti ini.. 

ia lebih suka mendengar Luhan yang menceritakkan kejadian-kejadian yang ia alami setiap harinya. Ia suka Luhan yang selalu bersemangat ketika bertemu dengannya. Ia suka senyum Luhan yang terlihat seperti bunga matahari yang ceria. Lalu kemana semua itu? 

Hal ini membuat dada Seol Ha Na terasa sesak. Telapak tangannya mendadak berkeringat dan detak jantungnya berdetak 3 kali lipat lebih cepat dari biasanya. Apa yang terjadi? Kenapa perasaan aneh terus menyelimuti hati Seol Ha Na. Pasti ada yang tidak beres dengan Luhan. Luhan menjadi diam seperti ini… 

Membiarkan kecanggungan yang hampir tidak pernah menyelimuti mereka mendadak dibiarkan mendominasi. Entah kenapa Seol Ha na mendadak merasa takut..

Luhan yang terus-terusan ditatap juga juga menyerah. Ia lebih memilih menatap sepatu abu-abunya yang terus berketuk ke lantai. “Pesan lah sesuatu..” Ujarnya kemudian ditengah-tengah kesunyian yang akhirnya terpecahkan oleh suara Luhan. Suaranya serak, tidak seperti biasanya, dan Ha Na tak tahu kenapa. 

Terdengar seperti habis menangis.. Namun mata Luhan terlihat biasa saja. Tidak ada yang membengkak atau semacamnya.

Seol Ha Na pun akhirnya memutuskan memesan sesuatu. Ia mengangkat tangannya dan memesan Cappuchino dan 2 cup muffin. Seperti rencananya setelah masuk ke café. 

Kali ini Luhan menatap Seol Ha Na. Dengan tatapan yang demi apapun Seol Ha na tidak dapat memahaminya. Tatapannya tidak dapat dimengerti. Tersirat sesuatu didalamnya.

Ha Na berdehem kecil. Mendadak pita suaranya ikut-ikutan tidak berfungsi normal.  Ia tidak terbiasa dengan situasi canggung seperti ini. Mungkin jika tidak ada yang mengalah dan terus-terusan tidak membuka suara terlebih dahulu. Keadaan ini akan terus berlanjut hingga coffee shop ditutup. 

“Sebenarnya apa yang akan kau katakan? Aku tidak mau jika kau diam terus seperti itu.” Ujar Seol Ha Na sambil menunduk. Topi cokelat yang ia kenakan dan poni rambutnya menutupi wajahnya.

Luhan tak menjawab. Lebih tepatnya belum menjawab. Berpikir kata-kata apa yang tepat untuk dilontarkan.

“Kau terlihat aneh hari ini. Kau sedang banyak pikiran? Atau terjadi sesuatu?” Tanya Seol Ha Na khawatir. Ia melipat tangannya diatas meja dan menatap seluruh tubuh Luhan dengan intensif. Memastikkan Luhan baik-baik saja.

“Aku terlihat begitu?” Tanya Luhan.

Seol Ha Na mengangguk pelan. Lalu mendongakkan kepalanya. Berharap dapat melihat senyum Luhan yang ia lihat seperti biasanya. Namun nihil. Ia malah kembali menatap sepatunya. 

Untuk apa Luhan menyuruhnya kemari jika hanya untuk menemani Luhan menatap sepatunya? Seol Ha Na butuh kepastian. Rasa ingin tahunya sangat besar..

Pesanannya datang. Ia meraih cangkirnya dan menyesap cairan kopi dengan busa kopi yang lembut diatasnya. Berharap datang sebuah ketenangan untuk hatinya.

Luhan terlihat menarik nafas pelan. 


“Bagaimana jika kita akhiri saja?”



Deg.



Kata-kata itu meluncur cepat dari bibir Luhan sementara otak Seol Ha Na masih belum bisa memahami kata-kata tersebut. Apa yang dia maksud dengan kata “Akhiri” ?

“Apa maksudmu?” Ujar Seol Ha Na tak mengerti. Ia meletakkan cangkir kopinya perlahan dengan tatapan yang masih mengarah ke iris mata Luhan. Tatapan tidak mengerti.. Jika ia mempunyai tatapan seperti itu. Mungkin semua jenis tatapan “tidak mengerti” akan ia keluarkan semuanya.

Luhan menatap balik Seol Ha Na. “Hubungan kita..”

Detik dimana kata-kata Luhan yang terucap. Dimana ia mengatakkan “hubungan kita”. Rasanya.. Dunia Seol Ha Na berhenti disaat itu juga. Semuanya.. Dunianya.. 

Keringat dingin tak lagi membasahi telapak tangannya, namun seluruh tubuhnya..
Ia ingin.. Detak jantungnya berhenti saat itu juga…

Sorot mata Luhan terus menjajaki bola mata Seol Ha Na dan berharap menemukkan sebuah anggukkan. Anggukan bahwa mereka sepakat untuk mengakhiri semuanya. Mengakhiri kisah cintanya. Mereka berdua.. Disini.. Ditempat ini..

Namun tampaknya, harapan Luhan terlalu muluk. Karena Seol Ha Na sangat mencintai Luhan.. Begitu mencintai Luhan.. Sampai-sampai ketika ia mendengar kata”Akhiri” dari mulut Luhan kekasihnya yang ia cintai, ia begitu ingin meloncat ke sungai Han dari pinggir Jembatan dan tenggelam bersama semua kenangan yang mereka buat selama ini..

Hubungan mereka selama 3 tahun ini terbilang baik-baik saja. Memang terkadang diselipi dengan kecemburuan-kecemburuan yang pada akhirnya berakhir dengan kata maaf yang manis, atau kecupan dikening. Lalu salah satu dari mereka akan dengan mudah memaafkan dan mereka kembali seperti biasa. Sesuatu seperti itu wajar terjadi di dalam sebuah hubungan,bukan?  

Namun kenapa tiba-tiba Luhan ingin semuanya berakhir?

“Kau marah karena aku terlambat 10 menit? Jangan bercanda Lu.. Aku sedang tidak ingin..” Jawab Seol Ha Na. berusaha menganggap ucapan Luhan hanya banyolannya—yang sama sekali tidak lucu—semata. Masih berusaha menampik semua kata-kata Luhan yang terdengar menyakitkan bagi dirinya.

Apa yang dipikirkan pria itu? Pria itu ingin mengakhiri semuanya? Setelah apa yang telah mereka berdua lalui bersama. Semua kebahagiaan yang tercipta setelah Luhan datang ke dalam hidup Seol Ha Na. Memenuhi ruang-ruang otak Seol Ha Na dengan perlakuan Luhan yang manis terhadap dirinya. Merekam semua kenangan-kenangan bersama Luhan dan senyuman bunga mataharinya yang cerah..

Memikirkan apa yang akan terjadi 10 tahun kedepan..
Mereka akan menikah di tengah lapangan bola—Ini ide Luhan. Dengan konsep garden party—Ini ide Ha Na. Memiliki anak pertama—perempuan bernama Lu Na—Gabungan nama Luhan Dan Ha Na. Lalu mereka akan menghabiskan waktu bersama. Hidup bersama selamanya.. Menua bersama..


Dan Luhan mengatakkan bahwa ia ingin mengakhiri hubungan mereka. 

Luhan kau gila..
Luhan kau tidak bisa.. Tidak bisa mengakhiri kisah kau dan Ha Na begitu saja..

“Apa aku terlihat bercanda? Aku serius Seol Ha Na..” Ujar Luhan. Yang biasanya memanggil Ha Na dengan panggilan Chagi atau sejenisnya. 

Seol Ha Na hanya bisa membatu.. Mendadak suaranya tercekat dan ia tidak bisa bersuara lagi..
“Ha Na aku ingin mengakhiri semuanya..” ujar Luhan Lagi. Yang lagi-lagi membuat dada seol Ha Na lebih sesak dari sebelumnya.

Perlahan bulir-bulir air itu keluar dari mata Seol Ha Na. Air yang keluar ketika kita merasa bahagia.. Atau sedih… Dan kali ini.. air mata Seol Ha Na adalah air mata kesedihan.

“Kenapa Lu? Apa aku melakukkan kesalahan? Apa kesalahan yang aku buat sehingga kau ingin mengakhiri hubungan kita?”  Menanyakan hal ini membutuhkan keberanian dan ketegaran hati yang besar bagi Seol Ha Na. Ia sudah tak sanggup lagi untuk menatap mata Luhan. Ia tak mau..

Ia tak mau menerima kenyataan itu..

Bahwa..

Luhan yang manis..

Luhan yang memiliki senyuman bunga matahari..

Luhan yang selalu menyinari hari-harinya…

Luhan yang sangat ia cintai..


Dapat menyakiti hatinya.. Dengan telak…

Sementara Seol Ha Na tidak dapat berbuat apa-apa. Air matanya semakin mengalir deras diiringi dengan suara sesegukkan.. Ia masih tidak dapat mempercayai semua ini..

Semudah itu kah? Semudah itu kah Luhan mengatakkannya?

Jika memang Seol Ha Na yang ingin mengakhiri semuanya-pun. Ia tak akan pernah sanggup.. Tidak akan pernah sanggup untuk mengatakan.. “Aku ingin mengakhiri hubungan kita..” kepada Luhan.

Ia terlalu.. 

Mencintai Pria itu..

Luhan menatap mata Seol Ha Na. “Aku menyukai wanita lain..” Ujar Luhan. Lalu mengaduk-ngaduk kopi americanonya dengan sedotan.

Sekali lagi, kata-kata Luhan yang singkat itu, mampu memberhentikkan segalanya.. Seol Ha Na dan dunianya.. 

4 kata.. 

Aku.. menyukai..Wanita… lain.. Hanya 4 kata..

Namun mampu mengoyak seluruh perasaan Seol Ha Na. Ia hampir tak mampu mengutarakan apapun lagi.
Seluruh kakinya melemas tanpa diperintah. 

Bagaimana dengan mudah Luhan mengatakkannya? Bagaimana bisa?? Mengetahui, bahwa setelah berpacaran dengan Luhan, Seol Ha Na tak pernah sekalipun melirik laki-laki dikampusnya.. Bagaimana bisa Luhan melakukkan hal itu padanya? Ia menyukai wanita lain?

“Sejak kapan kau menyukainya?” Tanya Seol Ha Na. Berusaha menahan air matanya.. Berusaha Kuat berada dihadapan Luhan. Berusaha membuat Luhan menyesal jika mengatakkan hal itu padanya.

“Ah.. 2 minggu yang lalu..” Jawab Luhan. Lalu meminum kopinya sampai habis. Dengan nada tanpa satupun rasa penyesalan.

2 minggu yang lalu. Siapa yang Luhan sukai? 2 minggu yang lalu kampusnya mengadakkan seminar. Sebagai panitia. Apakah Luhan menyukai salah satu peserta?
Atau, 2 minggu yang lalu Luhan pergi ke sekolahnya saat sekolah menengah untuk hadir diacara reuni. Apakah ia menyukai teman lamanya?

“Bagaimana bisa? Kita sudah menjalaninya selama 3 tahun..” Ujar Seol Ha Na. Menyeka dan menghapus air matanya yang sekuat tenaga ia tahan, namun pada kenyataannya ia gagal. Luhan dengan mudah melupakkan semua kenangan bersamanya selama 3 tahun? Luhan kau sungguh hebat!

“Aku menyukai wanita lain.. Dan aku tidak mau menyakiti perasaanmu.. Lebih baik kita akhiri dari sekarang..” Luhan menatap Seol Ha Na lagi. Ucapannya tepat pada sasaran.

Luhan mengatakkan bahwa ia menyukai wanita lain, itu sudah lebih dari cukup menyakiti Seol Ha Na. Ia bilang ia tak mau menyakiti hatinya? Ia mengatakkan hal itu dengan mudah.. Dan dari sekali lihat, Seol Ha Na yakin hati Luhan tak lagi untuknya. Posisi itu sudah tergeser oleh wanita yang Luhan sukai baru-baru ini. Seol Ha Na di hati Luhan.. Sudah tidak memiliki tempat lagi..

Seol Ha Na berusaha untuk tidak menangis. Entah mendapat kekuatan dari mana lagi.. Ia membalas argumen Luhan. Ia berusaha untuk melepas Luhan, jika itu yang memang Luhan inginkan. Jika Luhan bukan lagi miliknya. Ia bisa apa? Ia tak bisa memaksa perasaan seseorang untuk terus berada di satu garis lurus. Ia tak bisa mengekang Luhan untuk terus mencintainya.

“Baiklah, cinta tidak harus memiliki bukan..? Jika itu maumu.. kejarlah wanita manapun yang kau inginkan. Aku akan tetap terus mencintaimu.. walaupun kau tidak lagi merasakkan hal yang sama..”
Luhan sedikit tersentak. 

Bukankah jawaban itu yang Luhan inginkan? Bukankah ia ingin jika Seol Ha Na melepasnya??
Luhan menghembuskan nafas pelan. Berusaha mengontrol perkatannya.. Dan memilah jenis kata apa yang tepat ia lontarkan pada saat ini.. Kata perpisahan..

“Ha Na-yah, Terima kasih, kau sudah menjadi bagian dari hidupku.. terima kasih karena kau sudah menerimaku apa adanya.. Dengan segala kekurangan yang aku punya….—“

Tangis Seol Ha Na makin menjadi-jadi. Air matanya terus mengalir deras. Tidak peduli seberapa banyak orang di Coffee shop yang menyaksikkan hal itu. Seol Ha Na tidak peduli. Sesungguhnya ia benar-benar tidak peduli.. Ia membiarkan air matanya keluar dengan semaunya, mengeluarkan segala kesedihan yang ia rasakan.

“Terima kasih sudah mau menjadi kekasihku selama 3 tahun ini. Terima kasih sudah menemani hari-hariku.. Maaf jika aku menyakiti hatimu.. Maaf jika aku melukai perasaanmu..Ini…—“


Luhan meletakkan sebuah kunci kecil. Di atas meja.


“Ini kunci gembok yang kita pasang di N Seoul tower. Dulu aku takut jika kau yang akan berubah pikiran.. Makanya aku menyimpan kunci ini. Namun kenyataannya aku yang berubah pikiran…  Jika kau mau, lepaskan gembok itu..” 

“Aku pergi.. Maafkan aku..” Ujar Luhan. Lalu bangkit dari tempat duduknya. Ia berjalan dan akhirnya keluar dari Coffee shop. Tak seperti biasanya.  Jika Luhan pergi, Seol Ha Na akan terus melihat Punggung Luhan.. Ia akan terus melihatnya sampai Luhan hilang dari pandangan..

Namun kali ini.. Ia tak sanggup melihatnya…

Ia tak sanggup.




Seol Ha Na tak peduli seberapa banyak orang yang mengiranya sudah kehilangan kewarasan atau sejenisnya. Saat ini dia memilih untuk belum menghentikkan tangisnya..Ia menangis dalam keadaan berjongkok ditengah trotoar....

Menelungkupkan wajahnya dengan lengannya..
Ia tampak sangat berantakan..
Tidak peduli jika nanti matanya akan membengkak karena terlalu banyak menangis.

Hatinya dilanda kekecewaan yang besar.

Kenapa Luhan berubah? Kenapa Luhan jadi seperti itu?

Apa yang ia perbuat? Apa kesalahannya yang membuat Luhan memutuskan untuk mengakhiri semuanya?
Kenapa Luhan bisa menyukai wanita lain? Apa yang kurang dari dirinya?

Ia tak pernah membayangkan hidup tanpa luhan..
Karena sesungguhnya, membayangkannya saja Seol Ha Na tak akan pernah berani..

Hidup tanpa luhan.. Sama sekali bukan hidup..
Ia tak mau hidup tanpa melihat luhan.. Tanpa senyuman yang ia sukai..

Senyuman bunga matahari.. Senyuman favoritnya..

Aku tidak tahu seberapa kuatnya aku tidak melihatmu. Luhan..
karena jika tak melihatmu satu hari saja.. Aku akan sangat merindukkanmu …
Apa setelah ini, kita akan terus bertemu?? Kita akan sering berpapasan?? Aku akan tetap bisa melihatmu??

Walaupun jika kau berpura-pura tidak mengenaliku.. Atau membuang wajahmu ketika bertemu denganku..
Walaupun kau tidak menyapaku seperti dulu lagi—Yang penuh kehangatan..
Asalkan bisa melihatmu, itu sudah lebih dari cukup..
Karena yang kubutuhkan saat ini hanya terus bisa melihat wajahmu..

Aku tidak tahu,
Aku tidak tahu, seberapa tahannya aku jika tidak melihatmu??
Apa setelah ini kita tidak akan pernah bertemu? Apa setelah ini kau akan menghilang? Atau menghindari diriku? 

Luhan..
Namun Satu hal yang pasti..

Aku tidak akan pernah menghilang…
Jika kau ingin kembali..
Aku akan dengan rela akan menerimamu kembali..
Aku akan menerimamu kembali ke sisiku..

Aku tidak peduli seberapa menyakitkannya hal yang kau perbuat..
Aku tidak peduli jika kau melukai perasaanku..
Karena aku akan selalu memaafkanmu..

Aku mencintaimu Luhan..

Aku mencintaimu…

Aku mohon.. Kembali ke sisiku..
Aku mau kau ada disisiku..




Setelah perdebatan panjang dengan hatinya, akhirnya Seol Ha Na memilih pergi ke N Seoul tower. Berusaha melepaskan semua rasa kesedihannya. Mungkin dengan begitu, dengan sedikit berjalan-jalan disana hatinya akan merasa lebih tenang. Dan ia bisa meluapkan semua perasaannya. Di puncak N Seoul tower.

Ia memutar-mutar kunci kecil yang Luhan berikkan. Kunci yang dulu hampir Seol Ha Na buang..Kunci dari gembok cinta yang mereka pasang 1 tahun yang lalu.

“Jangan dibuang…” Ujar Luhan lalu merebutnya dari tangan Seol Ha Na yang hampir melempar kunci itu.

“Kenapa?? Kan jika kita membuangnya. Jika kita tidak melepas gembok itu.. Cinta kita akan abadi..” Jawab Seol Ha Na, berusaha merebut kunci itu kembali.Namun karena postur tubuhnya yang pendek, ia tak mampu meraih kunci itu yang diangkat Luhan tinggi-tinggi.

“Aku takut jika kau berubah pikiran.. Jika kau menemukkan pria lain bagaimana??” jawab Luhan. Dengan nada sedikit menggoda.

“Aku kan tidak seperti itu..” Ujar Seol Ha Na. Mengerucutkan bibir, Lalu mendengus kesal karena dianggap akan berpaling dari Luhan.

“Kita kan tidak tahu apa yang akan datang..” Ucap Luhan lagi.Terlihat seperti bergumam.

“Bagaimana jika kau yang berubah pikiran? Bagaimana jika kau yang berpaling dariku??” Tanya Seol Ha Na. Tubuhnya semakin mendekat.. Berusaha meminta kejelasan, dan suaranya menodong jawaban.

“Tidak akan..” Ujar Luhan. “itu tidak akan terjadi..” Lalu Luhan mengacak-ngacak rambut Seol Ha Na pelan.

“Seperti katamu, kita kan tidak tahu apa yang akan datang..” Ucap Han Seo Ra mengulang perkataan Luhan. Menundukkan kepalanya.

“Jadi kau memang akan berpaling dariku? Ya!” Ujar Luhan lalu menjitak kepala Han Seo Ra.
“Aishhh. Aku tidak akan melakukkannya. Karena aku, sangat sangat sangat…” Seol Ha Na menggantungkan jawabannya.

“Sangat apa?” Tanya Luhan penasaran. Raut wajahnya berubah serius.

“Sangat sangat sangat mencintaimu..”Lanjut Han Seo Ra. Menatap iris mata Luhan yang jauh lebih tinggi darinya.

Bibir Luhan tertarik membentuk seulas senyum manis. Senyuman bunga mataharinya. Senyuman favorit Seol Ha Na. Yang mampu ia nikmati dalam jangka waktu lebih dari 10 detik.

“Aku juga..” Ujar Luhan. “aku juga sangat sangat sangat mencintaimu..”


Seol Ha Na tertawa miris. Saat ini Ia berada didepan ratusan.. Bahkan ribuan gembok cinta yang dipasang di N Seoul Tower. Ribuan-ribuan gembok itu seolah meledeknya.. Pemilik ribuan gembok itu tidak ada yang diminta oleh pasangannya untuk melepas gembok itu..

Pandangannya tertuju gembok miliknya—dengan Luhan. Lalu ia menghampirinya..

Gembok yang ia pasang bersama Luhan masih ada disana..

Ia memasangnya sedikit berjauhan dengan gembok yang lain agar mudah diingat, dan tidak tertutupi oleh gembok lain. Gemboknya berwarna peach dengan hiasan hati didepannya. Seol Ha Na sendiri yang memilihnya karena ia suka warna peach. Lalu Luhan dengan senang hati mengiyakannya.

Seol Ha Na menyentuh gembok itu. 

Saat itu Luhan dan Seol Ha Na berjanji tidak akan melepas gembok itu dari sana sampai kapanpun. Membiarkan gembok itu terus berada disana selamanya..


Mungkin sekarang Luhan berharap jika Seol Ha Na akan melepasnya. Melepas gembok itu dari sana..
Namun Seol Ha Na berusaha menepati janjinya. Untuk tidak akan melepas gembok itu sampai kapanpun. Mungkin bagi Luhan hubungan mereka sudah berakhir sampai disini. Namun tidak bagi Seol Ha Na..

Walaupun ia sudah berusaha melepaskan Luhan..

Namun cintanya untuk Luhan tidak akan berakhir sampai kapanpun..



Mengapa semua kenangan tentang Luhan mendadak berkelebat di kepalanya. Bagaikan flashback.. Ia masih merasa Luhan masih menjadi miliknya.. Ia masih merasa bahwa hati Luhan masih untuknya..

Mengapa semua hal di kota ini memiliki banyak kenangan?? Kenapa banyak kenangan yang mereka berdua ukir dikota ini..

Semua itu hanya akan membuat Seol Ha Na mengingat semuanya.. Semua kenangannya bersama Luhan..
Tapi bukankah ia sudah berjanji? Berjanji tidak akan pernah menghapus segala bentuk kenangan, hati, dan perasaannya untuk Luhan? Ia sudah berjanji akan hal itu apapun yang terjadi. Ia akan terus menyimpannya sampai ia mati..

Namun sekarang terjadi..

Luhan bukan miliknya lagi. Dengan kerelaan hati yang begitu besar ia berusaha melepas Luhan.. Namun ia tak akan membiarkan perasaan cintanya sendiri untuk luhan, lepas.. Ia akan terus menggenggamnya..


Kisah yang kita rajut bersama, memang berakhir pada akhirnya. Namun seluruh perasaan
Ku padamu tidak akan pernah berakhir… Xi Lu Han.




Ia sampai di lantai paling atas N Seoul tower. Ia berniat berada disana sampai tempat itu ditutup. Malam mulai menjelang dan tempat itu juga mulai sepi. Udara seoul mulai mendingin seperti malam-malam biasanya. Asap putih masih saja keluar dari mulut ketika berbicara.. Padahal kuncup-kuncup bunga Cherry blossom hampir bermekaran. Menandakkan musim semi akan segera tiba.

Memang, jika Seol Ha Na merasa sedih, ia akan datang ketempat ini. Duduk menikmati segala bentuk keindahan lampu-lampu kota seoul yang berwarna-warni dari kejauhan. Membayangkan betapa banyak orang dikota itu.. berusaha berfikir bahwa banyak orang yang mengalami hal yang sama dengannya..
Ia tak sendiri..

Ditangannya sudah terdapat segelas kopi yang masih hangat. Ia sedang butuh banyak kafein malam ini. Putus cinta membuatnya hampir kehilangan akal sehatnya, dan. Bahkan Ia meninggalkan seplastik besar makanan instan yang sudah ia beli disupermarket tadi di Coffee shop. Ia sudah tidak peduli lagi..

Yang hanya ada didalam pikirannya saat ini hanya Luhan..

Hanya Luhan. Tidak ada yang lain lagi..

Membuat Seol Ha Na mengingat jalan menuju Bukit namsan merupakan sebuah keajaiban. Mengingat arah langkah dan pandangannya yang tak sejalan. Pikirannya melayang-layang entah menembus dimensi mana. Berharap kesedihannya ikut meluap bersama angin musim semi yang sejuk—yang baru saja datang. Terbang bersama guguran bunga-bunga Cherry blossom yang tertiup angin.. Menyatu dengan angin sehingga ia bisa terbang. Dan dapat melihat Luhan kapan saja dari ketinggian tanpa Luhan ketahui..

Saat pikirannya melayang jauh… Ketika melamun adalah hal yang ia lakukkan tanpa sadar
Manik matanya menangkap sesuatu..


Sudut matanya melihat sesuatu…



Seseorang yang sedang berada dipikirannya..


Seseorang yang sudah masuk kedalam kehidupan Seol Ha na selama 3 tahun, lalu dengan sukses orang itu memporak-porandakan hatinya sekitar 3 jam yang lalu..




Luhan!




Ia berada disana juga. Duduk di sana.. Menikmati keindahan kota seoul dari atas sini juga.


Mendadak ia tak bisa mengontrol langkah kakinya. Dengan cepat ia berjalan menghampiri Luhan.

Namun, baru saja ia akan menghampiri Luhan. Dan ia ingin mengatakkan bahwa ia menyesal merelakkan Luhan. Ia tak ingin berpisah dengannya, dan ia tak ingin Luhan pergi darinya..—Matanya menangkap sesuatu lagi.

Kali ini mampu membuatnya mengurungkan niatnya. Menghentikkan langkahnya yang sudah menggebu-gebu ingin menghampiri Luhan. Mampu membuat hatinya tercekat sekali lagi.. Dan Luhan dengan sukses menyakiti hatinya sekali lagi..

Luhan tak sendiri..—Ada wanita yang berada disampingnya. 

Meminum kopi bersama. Dengan jarak yang dekat.. Membuang jarak mereka dan menghangatkan tubuh dengan berbagi pelukan..

Yang dulunya pelukkan itu hanya untuk Seol Ha Na.

Seperti tidak cukup air mata yang sudah ia keluarkan. Ia kembali mengeluarkannya.. Air mata itu keluar dengan sendirinya tanpa bisa ia cegah..

Ia membalikkan tubuhnya.. Tak ingin melihatnya lagi..

Berusaha berlari sekuat mungkin turun menuruni N Seoul tower. Lalu berlari dari sana menuruni bukit namsan. Ia berlari.. Tidak peduli seberapa lelahnya ia.. Tidak peduli jika betisnya merengek minta istirahat.. Tidak peduli bahwa dia akan kelelahan karena berlari.. Tidak peduli sesungguhnya ia tidak peduli…

Ia ingin pergi dari sana.. 

ia tak mau melihatnya lebih banyak lagi..

Bahkan berusaha menampik bahwa laki-laki yang dilihatnya bukanlah Luhan..

Namun kenyataan berkata lain..

Laki-laki itu, memanglah Luhan…



Three Month later



Luhan menghilang dari kehidupan Seol Ha Na.


Ia tak pernah melihat Luhan lagi dikampus.. dirumahnya..
Dimana-mana..

Bahkan ia tak pernah melihat Luhan di coffee shop lagi.
Ia tak pernah melihat Luhan lagi..

Saat luhan memutuskan hubungan dengannya. Ketika Luhan berada di N Seoul Tower. 

hari itu adalah hari terakhir dimana Seol Ha Na melihat wajah Luhan dengan mata kepalanya sendiri.

Apakah Luhan pergi karena ingin melupakan semuanya? Semua kenangan bersama Ha Na?
Dan Luhan ingin memulai sesuatu yang baru dengan orang yang disukainya?

Seol Ha Na tak pernah tahu.. Tidak pernah tahu.. 

Mengapa Luhan pergi..

Mengapa Luhan menghilang dari kehidupannya..



Memang terlalu banyak kenangan yang mereka rajut bersama dikota ini, hati Seol Ha Na pun terkadang sesak jika pergi ke tempat-tempat favorit mereka berdua ketika masih bersama..

Lotte world, N Seoul Tower, Jembatan Sungai Han..

Tempat-tempat itu dulu menjadi saksi, betapa Seol Ha Na mencintai Luhan dan begitupun sebaliknya.. Betapa mereka berdua menjadi pasangan yang bahagia dan dapat membuat semua orang iri ketika melihatnya..

Kadang Seol Ha Na bertekad pergi kesana.. Memutar kembali semua ingatan tentang kisah cintanya..
Mengenang masa-masa indahnya bersama Luhan.. 

Walau pada akhirnya akan pulang dengan berderai air mata..

Pada kenyataannya Seol Ha Na tak bisa hidup tanpa Luhan. Namun kenangan-kenangan itu yang memberikannya kekuatan..

Kenangan itu tetap ada.. tetap tersimpan  baik di memori otaknya. Walaupun jika sekarang ia memutarnya, bukan senyuman lagi yang ia torehkan seperti dulu, walau di hari buruknya sekalipun..

Ia masih merasa bahagia..

Ia masih bisa bahagia..

Karena kenangan bersama Luhan tetap hidup bersamanya..
Menemani hari-harinya..




Seol Ha Na menjemur pakaian-pakaiannya setelah ia menonton video Luhan dan dirinya yang sedang berlibur ke pulau Jeju satu setengah tahun yang lalu, menikmati indahnya pantai dari pinggir dan duduk-duduk dipasir. 
Menuliskan nama mereka  berdua di pasir dan menikmati semua itu sampai sore menjelang. Sunset di jeju begitu indah.

Sangat indah sampai-sampai Seol Ha Na merekam seluruh momen-momen indah tersebut.

Matahari sedang bersinar cerah. Burung-burung berkicau bersahut sahutan. Beberapa burung sedang bertengger di ranting-ranting pohon. Awan hanya muncul sebait-sebait.. Dongakkan kepala, dan yang hanya kita lihat hanya langit yang berwarna biru..

Pepohonan sudah mulai rimbun kembali, karena musim semi telah kembali tiba. Meninggalkan segala bentuk udara yang membekukkan—musim dingin.

Rencananya hari ini ia akan pergi ke universitas kyunghee. Universitas itu memang bukan kampusnya. Namun ia hanya ingin melihat ribuan pohon cherry blossom dan kuntum bunganya yang mulai berguguran.
Sepanjang jalan ia akan melihat bunga-bunga sakura yang berwarna merah muda itu terhampar diseluruh penjuru taman. Lalu ia akan duduk-duduk dibawahnya.. Melihat pemandangan itu sepuasnya sampai siang hari..
Itu akan membuatnya lebih bahagia.

Seol Ha Na menyelampirkan selimut yang baru ia cuci ke tali jemuran yang tergantung dan membentang dari ujung rumah sampai ujung pagar. Lalu merapikannya sedikit agar saat diangkat nanti tidak berkerut. Namun ketika ia akan mengambil pakaiannya lagi dari ember yang berada dibawah kakinya..
Ia melihat sebuah kaki dan sepatu cokelat yang berjalan ke arahnya.

Seol Ha Na mengerutkan alisnya,mengantisipasi siapa yang berjalan ke arahnya,  lalu menyibakkan selimut itu.
Tampak seorang wanita berada dibaliknya.

Ia tak mengenal wanita itu. Namun mengapa sosoknya begitu familiar baginya.. Ia sepeti pernah melihatnya disuatu tempat.

Seol Ha Na memutar otaknya, berusaha mengingat-ingat siapa wanita dihadapannya itu.
Dan! Ia berhasil mengingatnya..

Gadis itu.. Gadis itu adalah gadis yang bersama Luhan waktu itu.. di N Seoul Tower. Ia terlihat cantik ketika dilihat dari dekat.

“Kau..?” Ujar Seol Ha Na. ia yakin bahwa ingatannya benar. Dan tiba-tiba hatinya merasa sesak kembali.. Luhan meninggalkan dirinya untuk gadis ini..

“Kau kekasih Luhan kan?” Ucap wanita dihadapan Seol Ha Na.

Alis Seol Ha Na bertaut. Bingung lebih tepatnya. Tadinya Seol Ha Na ingin mengangguk. Tapi hatinya menyuruhnya untuk tidak melakukkan hal itu.. 

Ingat seol Ha Na! kau dan Luhan sudah putus.. hubunganmu bersamanya sudah berakhir..

“Hubungan kami sudah berakhir. Dia meninggalkanku..” Jawab Seol Ha Na. “Bukankah dia kekasihmu..?”

“Dia.. temanku..” Jawab wanita itu. “Aku tidak pernah memiliki hubungan apapun dengannya. Kami hanya teman. Teman sejak kecil.. dia dekat denganku sejak kecil..Ah, aku lee ji eun.” Tambahnya. Lalu memperkenalkan diri.

Mata Seol Ha Na terbelalak.Gadis ini bukanlah kekasihnya.. Lalu siapa orang yang Luhan sukai? Siapa yang Luhan maksud waktu itu jika bukan wanita di hadapannya itu.

“Aku menemukan ini di laptop Luhan. Luhan suka menulis sesuatu di jurnal laptopnya.” Ujar wanita bernama Lee Ji eun itu lalu memberikkan sebuah flashdisk kepada Seol ha na. “Aku sudah meng-copynya ke dalam situ.” 

Alis Seol Ha Na berkerut sekali lagi. Sebenarnya ada apa ini? Kenapa tiba-tiba wanita ini memberikkan sebuah flasdisk kepada dirinya?

“Bacalah. Semuanya ada disana.. Alasan mengapa dia meninggalkanmu..”




Perlahan ia memasukkan flashdisk itu ke laptopnya. Lalu dengan hati berdebar ia membuka file-file yang berada didalamnya. Ia menemukkan banyak sekali file..

File tulisan-tulisan Luhan, berikut seluruh tanggal dimana ia menulisnya.

Matanya terpaku pada file dengan  tanggal 14 Juli 2012. Hari dimana Luhan pergi meninggalkannya. Hari dimana hubungan mereka yang sudah mereka jalani selama 3 tahun, selesai begitu saja.
Perlahan ia membuka file itu. Dan membacanya..


Aku berada di café itu sejak pukul 2 siang. Mencoba menjernihkan pikiranku. Apakah keputusan yang aku buat sudah tepat? Apa meninggalkan Seol Ha Na adalah keputusan yang tepat?

Karena bagiku..

Aku sama sekali tidak ingin kehilangan dirinya..

Ketika aku melihatnya sampai dicafe itu, ia membawa satu plastik besar belanjaan, sepertinya ia habis berbelanja bulanan—yang biasanya kami lakukan bersama. Senyumnya begitu bahagia.. Matanya berbinar-binar dan aku suka melihatnya, betapa aku ingin menyapanya... betapa aku ingin bertanya “bagaimana harimu?” atau “Kau ingin kemana hari ini?”

Aku tidak bisa melakukannya lagi..

Karena aku merusaknya setelah itu..

Betapa beratnya aku harus mengatakan hal itu. Betapa aku harus mencoba meyakinkan diriku.. Bagiku, mengatakkan aku ingin mengakhiri hubungan kami ini sungguh berat.. Aku memilih mati dari pada harus meninggalkannya..

Tapi toh aku juga akan mati kan? Haha..

Ia terus memperhatikanku. Menatap matanya merupakan sesuatu yang berat untuk dilakukkan. Aku sungguh merasa sangat bersalah karena akan menyakiti hatinya.. Ya! Aku akan menyakitinya..

Ia mulai merasa ada sesuatu hal yang aneh yang terjadi pada diriku. Aku mencoba untuk tidak menujukkan apapun padanya. Untuk meyakinkannya..

Dia belum memesan apapun, sampai akhirnya aku menyuruhnya untuk memesan sesuatu. Ia memesan cappuchino favoritnya.. favoritku juga..

Ia bertanya mengapa aku memesan Americano. Kopi ini jelas lebih pahit dan ha na tidak pernah melihat aku memesannya..

Sengaja memang. Aku ingin menunjukkan sesuatu yang telah berubah dalam diriku.. lagi-lagi untuk meyakinkannya..

Aku mencoba meyakinkan dirinya bahwa aku yang dulu telah berubah.

Saat kami berdua diam, mungkin dia berpikir ada sesuatu yang terjadi pada diriku.. Kenapa aku yang biasanya akan terus mengoceh mendadak membisu dihadapannya..

Aku sibuk merangkai seluruh kata-kata..

Lebih tepatnya berpikir, kata-kata apa yang akan kulontarkan padanya nanti..
“Kita akhiri saja sampai disini..” atau “ Aku ingin hubungan kita berakhir.. Bagaimana aku akan mengatakannya??!! Semua ini membuatku gila!

Aku tidak menginginkan hal ini. Dia tahu aku begitu mencintainya dan aku tahu dia begitu mencintaiku. Tapi kenapa aku harus lakukan hal ini.. Kulakukkan ini semua demi dirinya..

Akhirnya aku memberanikkan diri. Mengumpulkan semua ketegaran yang aku punya untuk mengatakan hal itu padanya, bahwa aku ingin semuanya berakhir..

Awalnya dia terdiam.. lalu bertanya apa aku marah karena ia terlambat 10 menit dari janjinya semula..
Tidak Ha Na.. Tidak..

aku tidak marah padamu.. Kau yang harus marah padaku..

Mengapa kau menangis Ha Na? kau tahu tangisanmu merupakan kelemahan bagiku.. aku tak sanggup jika harus melihatmu menangis dihadapanku.. Dan tangisan itu.. air mata itu jatuh karena aku..

Kenapa kau tidak marah saja ketika aku katakan jika aku menyukai wanita lain? Kenapa kau malah menangis Ha Na? 

Sesungguhnya aku tak pernah menyukai wanita lain selain kau. Hanya kau.. Hanya ada kau!

Lalu tiba-tiba kau berkata akan melepasku.. melepasku agar aku bisa bebas mencintai siapa saja..
Kau tahu betapa sulitnya aku saat itu? Betapa sulitnya aku harus mengatakan kebohongan! Aku berbohong kepadamu! Betapa sulitnya aku harus mengatakan hal itu kepadamu..

Betapa sulitnya ketika aku harus menatap matamu…

Aku membenci diriku sendiri yang dengan mudahnya mengatakkan bahwa ingin hubungan kita berakhir. Aku benci diriku sendiri! Tapi kau tahu? Itu tidak mudah..

Aku memikirkan hal ini berhari-hari sampai aku tidak bisa tidur.. Memikirkanmu dan bagaimana reaksi yang akan kau timbulkan jika aku mengatakannya kepadamu..

Aku benci diriku sendiri yang dengan mudahnya menyakiti hatimu. Mengingat hatimu sudah kumiliki sejak lama, namun aku menyakitinya…

Ha Na tak tahu betapa aku sekuat tenaga untuk tidak mengeluarkan airmata setetespun dihadapanmu. Suaraku yang sudah mulai serakpun aku tahan sebisa mungkin demi meyakinkan dirimu..

Lalu ia bertanya apa salahnya.. kenapa aku ingin semuanya berakhir..

Kau tidak salah apa-apa Ha Na.. aku yang salah.
Berani-beraninya melukai perasaanmu.. beraninya mengatakkan hal itu padamu..

Lalu ia bertanya sejak kapan aku menyukai wanita lain.

Kau  membuat otakku bekerja lebih keras lagi untuk berbohong.. 

Aku menyukai wanita lain dan aku tidak ingin menyakiti hatimu.. lebih baik kita akhiri saja sampai disini— Kata-kata apa ini? 

Dengan mengatakkan aku ingin mengakhiri semuanya saja itu sudah cukup menyakiti hatinya, Luhan! Kau jahat! 

Kenapa Ha Na tidak marah padaku sama sekali? Dia hanya menangis dan itu membuatku makin merasa bersalah..

Terima kasih Ha Na, kau sudah menjadi bagian dari hidupku.. terima kasih karena kau sudah menerimaku apa adanya.. Dengan segala kekurangan yang aku punya….—

Terima kasih sudah mau menjadi kekasihku selama 3 tahun ini. Terima kasih sudah menemani hari-hariku.. Maaf jika aku menyakiti hatimu.. Maaf jika aku melukai perasaanmu….—

Sebenarnya masih banyak kata terima kasih dan kata maaf yang ingin kulontarkan padanya..
Tapi mengatakkan terima kasih dan maaf saja aku pikir, aku tidak tahu diri.. 

Jutaan maaf mungkin tidak akan pernah bisa menyembuhkan hatinya.. 

Aku memberikkan kunci dari gembok cinta yang kupasang bersamanya dulu di N Seoul Tower. Menyuruhnya untuk melepas gembok itu.. membuatnya lebih menerima jika kami bukanlah pasangan kekasih lagi..

Tiba-tiba kepalaku terasa sakit. Aku tidak ingin sandiwara ini hancur begitu saja..
aku lebih memilih pergi, karena aku tidak mau Seol Ha Na tahu..

Aku tidak ingin Seol Ha Na mengetahuinya..

Aku tidak ingin Seol Ha Na menangisi kepergianku..

Aku tidak ingin..

Aku lebih memilih mengakhiri hubunganku dengannya, agar ia bisa menemukkan lelaki yang bisa membahagiakannya.. Menghabiskan lebih banyak hari-hari bahagia bersamanya..

Lebih dari hari-harinya bersamaku..

Aku tidak ingin ia  menangis jika aku mati nanti.

Jadi aku biarkan kesalahpahaman ini terus berlanjut pada akhirnya.

Jika dia melupakanku.. Itu akan jauh lebih baik..

Aku pergi.. Maafkan aku… 

Ha na tak pernah tahu betapa aku ingin kembali ke meja itu. Lalu berkata bahwa aku kembali.. aku menyesal mengatakkan hal itu padamu.. Lalu aku dan kau akan bersama-sama lagi..
Betapa sulitnya menahan diriku untuk kembali ke meja itu..


Dan pelukkan itu..

pelukkan bersama Ji eun di N Seoul tower..

Aku melihatmu dari atas..

kau berlari sambil menangis, dan pergi dari sana..
Kau tahu betapa sakitnya aku?

Kau tau betapa sakitnya aku melihatmu menangis..
menangis karena aku..

Maafkan aku Ha Na..

Maaf karena harus menyakitimu..

maaf karena harus meninggalkanmu..

maaf karena harus pergi dari kehidupanmu..

Terima kasih karena telah memberikkan hari-hari terindah dalam hidupku..

terima kasih karena kamu selalu mengerti aku..

terima kasih karena telah membuatku tahu, cinta yang tulus itu seperti apa..

terima kasih karena telah menjadi bagian dari hidupku..



Ha Na aku mencintaimu.. Saranghanda……


Harusnya bulan depan menjadi hari jadi kita yang 3..

Tapi aku merusaknya..



Tulisan itu berhenti sampai disana. Seol Ha Na entah sudah mengeluarkan puluhan tetesan air mata. Lee ji eun yang juga berada disana ikut menangis juga.  

Ia merasa bahwa ia bukan kekasih yang baik..
Menapa tak ada satupun sesuatu yang ia ketahui..?

Mengapa Luhan memutuskan untuk mengakhiri semuanya..

Mengapa Luhan meninggalkannya…

Semua itu ia lakukkan agar Seol Ha Na tidak menangis..
 Ia melakukkannya demi Seol Ha Na…

Betapa beratnya keputusan yang Luhan ambil saat itu..  Untuk pergi dari kehidupan Seol hana..
Tanpa harus lebih menyakiti hati Ha Na..

“Dimana Luhan? Dimana ia sekarang? Mengapa dia menghilang?” Tanya Seol Ha Na. matanya yang tadinya terpaku pada layar laptopnya kini berganti ke wanita yang duduk disampingnya itu.

“Dia pergi 1 bulan yang lalu..” Jawab wanita itu pelan.

Seol Ha Na masih tidak mengerti.. ia masih juga belum mengerti dengan situasi yang terjadi..
“Kemana? Kampung halamannya? Beijing?” Tanya Seol Ha Na lagi.

Wanita itu menggeleng pelan. “Ia sudah pergi ke surga..”




“ Kau yakin akan melakukkan hal ini..?” Tanya Lee Ji Eun kepada Luhan yang berada disampingnya.. Di puncak N Seoul tower. Mereka berada didepan Jendela besar yang berada disana. 

“Hanya peluk saja kan?” Tanya wanita itu lagi. “aku takut membuatnya salah paham.”

“Kenapa? Kau tidak mau? Justru yang aku lakukkan untuk membuatnya salah paham..” Jawab Luhan.
“Kau jahat Luhan! Bagimana bisa kau melakukkan hal itu..” Ujar Lee ji eun kepada Luhan.

“Kau pikir aku ingin? Kau pikir tidak berat bagiku untuk lakukkan hal itu..? Umurku tinggal 2 bulan lagi Ji eun. Itu semua kulakukkan demi dirinya.. kalau aku mati dan dia terus-terusan mengingatku bagaimana? Lebih baik jika dia menemukkan laki-laki lain dan hidup bahagia..” Ujar Luhan. Memandangi lampu-lampu kota Seol yang ramai. Pandanganya seperti menembus dimensi lain yang tak mungkin bisa dijangkau. “Ia bisa hidup bahagia nantinya..” 

“Bagaimana kau tahu jika ia akan datang kemari?” 

“Ketika ia mengalami hari yang berat.. Dia akan pergi sendirian kesini.. untuk menenangkan diri..” Ujar Luhan lalu meneguk kopi hangat yang berada digenggamannya.

“Aku mengandalkan aktingmu Ji eun.. Beraktinglah yang bagus..” Tambah Luhan. “Aku ingin Ha Na menganggapku sebagai laki-laki jahat yang meninggalkannya demi wanita lain..”



.END.


A/N :  Luhan bukan nappeun namja! Luhan bukan nappeun Namja!! Dia ngelakuin itu demi Seol Ha Na.*nangis*
FF sad romance tercepet yang pernah aku buat. 2 hari! *2 hari itu lama kali -_- Dan baru pertama kali pake cast luhan. Biasanya kepikirannya sehun kai sehun kai -_-
terima kasih kepada hujan yang nambahin kadar galau aku. Sama lagu-lagu galau yang aku puter sengaja untuk menggalaukan suasana hati aku. Jadikebawa-bawa sampe FF ^^

3 komentar:

  1. Wah gila bagus banget ff nya, suka bangeeet...

    BalasHapus
  2. I really love this ff ^^ Salah satu ff yg bsa buat nangis kejeerrr :')
    Love love love!!!! <3

    BalasHapus
  3. Keren thor, ini ff pertama yang buat gue nangis. apalagi cast nya bang luhan, jadi inget bang luhan, nangis kejer sampe bantal basah, ugh pokoknya keren thor.

    BalasHapus