▲A Fanfiction By Syifauziah ▲
Tittle : Finnaly End || Main Cast : Luhan [EXO M]
Seol Ha Na [ OC ] || Support Cast : Lee
Ji Eun [ OC] || Duration : One Shoot || Genre
: Romance, Sad || Rating : 15+
Summary : Kisah yang kita rajut bersama,
akan berakhir pada akhirnya. Namun seluruh perasaan
Ku padamu tidak akan pernah berakhir.
Ku padamu tidak akan pernah berakhir.
Disclaimer : All cast belong to themselves and GOD. But This story belong
to me ^^
Don’t Be A Plagiarizm
Don’t Be A Plagiarizm
▲
“Ha
Na-yah. Bagaimana jika kita bertemu di
coffee shop didekat kampusmu? Ada yang ingin aku bicarakan..”
Wanita
bernama Seol Ha Na itu mengangkat ponselnya dengan susah payah. Tangan kanannya
membawa buku kamus yang sangat tebal, sementara tangannya yang satu lagi
memegang sekantung plastik makanan instan yang baru dibelinya disupermarket.
Bahkan ponselnya ia jepit diantara telinga dan dipundaknya. Ia manusia biasa,
dan Tangannya hanya dua. Disituasi ini
ia memilih mengalah dan duduk dibangku halte, menaruh kantung belanjaan di
bawah bangku sementara tangannya yang bebas memegang kembali ponselnya.
Telepon
dari Luhan. Kekasihnya..
Tapi kenapa ia merasa telepon kali ini berbeda dengan hari-hari biasanya.
Tapi kenapa ia merasa telepon kali ini berbeda dengan hari-hari biasanya.
Luhan
meneleponnya, tanpa sapaan halo. Tanpa panggilan khusus yang mereka ciptakan.
Tanpa kata-kata sayang yang biasanya ia lontarkan disetiap kalimat. Ha Na
mendegus kesal.. Namun ia lebih memilih memendam rasa kesalnya karena ia tak
tahu apa yang sebenarnya terjadi. Untuk apa Luhan memintanya bertemu di coffee
shop dekat kampusnya? Toh hari ini ia sedang tidak ada mata kuliah.
Ha Na
akhirnya memenuhi pemintaan Luhan.
“Baiklah
lu, jam berapa? Hari ini aku sedang tidak ada mata kuliah. Kenapa memintaku
datang kesana?” Tanya Ha Na. Dengan rasa penasaran yang terus membuncah di otaknya. Luhan meneleponnya.. namun berbicara langsung ke intinya.
“Jam 4
sore. Bagaimana?” Dan Luhan tidak menjawab kenapa. Hanya memberitahu kapan
mereka akan bertemu.
Ha Na
menggigit bibirnya. Pukul 4 sore. Ada variety show favoritnya yang mengudara
pukul jam 4 sore. Namun Luhan jauh lebih penting daripada Variety show.
“Sekarang
sudah pukul setengah 4. Tanggung, aku sedang berada dijalan. Bagaimana kalau
sekarang?” Jawab ha Na, mencoba
bernegoisasi.
“Terserah
kau. Aku sudah berada disini sejak 2 jam yang lalu.” Jawab Luhan. Dan Ha Na
benci kata terserah. Baginya Kata-kata terserah merupakan bentuk ketidak
pedulian.
Hey,
tunggu. Untuk apa Luhan berada disana? Sejak 2 jam yang lalu?
“Kau
bersama temanmu?” Tanya Ha Na. Hanya mencoba menebak.
“Aku
sendiri.” Jawab Luhan. Kata-katanya datar-datar saja.
Untuk
apa Luhan berada disana? Sejak 2 jam yang lalu? Dan dia Sendirian?
Saat ini Ha Na
tidak mampu menebak suasana hati Luhan saat ini melalui suaranya. Suaranya yang
biasanya cerah dan bersemangat mendadak sirna. Bahkan biasanya Luhan akan jadi
lebih cerewet dari dirinya mendadak pelit berbicara. Ada apa ini? Perasaan
gadis itu mulai tidak menentu. Ia mulai merasa gelisah.
Baiklah
kali ini Seol Ha Na mencoba untuk tidak banyak bicara dan menuruti permintaan Luhan.
Hanya Datang ke coffee shop. Apa
susahnya? Lagipula untuk menemui kekasihnya yang sudah jadi kekasihnya selama 3
tahun. Ia akan dengan hati rela akan datang kesana sekalipun ada badai besar
ditengah kota.
“Oke.
Aku akan datang dalam waktu 15 menit. Tunggu aku Lu.” Jawab Seol Ha Na. Dan..
Tut.
Telepon
terputus.
Seol Ha
Na merapikan plastik belanjaannya dan menaruh ponselnya kedalam tas selempang
cokelatnya. Memasukkan kamus tebalnya juga. Buku itu beratnya mungkin saja
hampir setengah kg. Menyebalkan sekali mengingat buku itu punya 700 halaman.
▲
Coffee
shop sudah terlihat. Dan Seol Ha Na sedang menapaki jalanan trotoar untuk
sampai kesana. Sub Waynya terlambat datang sepuluh menit dan membuatnya harus
menunggu lebih lama lagi dihalte. Ia kesal ketika subway itu berhenti mendadak
dan isi kantong plastiknya berhamburan,
jatuh ke kolong-kolong tempat duduk bis.
Janjinya
yang akan datang kesana dalam waktu 15 menit tentu saja teringkari. Ia sudah
terlambat 12 menit lebih.
Ia
membuka pintu kaca utama masuk kedalam Coffee shop.
Ketika ia membuka pintunya.. Ia suka bunyi bel yang terletak diujung pintu. Akan berbunyi jika pintu terbuka. Moodnya yang buruk langsung berubah baik ketika masuk ke dalamnya.
Aroma
kopi yang khas menguar dan tersebar sampai keseluruh ruangan. Ia dapat menciumnya
walau baru saja masuk kedalam cafe. Tercium wangi kue muffin yang baru saja
diangkat dari oven dan baru saja diletakkan dietalase kue, berwarna coklat dan
terlihat menggemaskan untuk dimakan. Mungkin ia butuh satu cangkir cappuchino
hari ini. Dengan beberapa cup muffin sebagai pendamping.
Ia
melihat Luhan duduk diujung café. Pandangannya mengarah ke jendela besar yang
berada disampingnya. Menyuguhkan pemandangan jalan raya yang penuh dengan hiruk
pikuk kendaraan. Ia memakai kaos putih
dan celana hitam. Jaketnya juga hitam, menutupi hampir sebagian kaosnya. Senada
dengan Seol Ha Na yang memakai kemeja putih dan blazer hitam.
Ha Na
berjalan menuju meja dan kursi tempat Luhan berada. Tempat yang bagus. Tempat
yang menjadi favorit mereka.
Ditempat
ini Luhan dan Ha Na pertama kali bertemu. Ha Na kelihangan Flashdisk yang
berisi tugas dari dosen mata kuliahnya, lalu tanpa sengaja Luhan menemukkannya.
Ditempat ini mereka sering bertemu dan jadi teman mengobrol. Ditempat ini Luhan
menyatakkan perasaannya kepada Seol Ha Na. Ditempat itulah mereka merayakkan
hari jadi mereka yang pertama dan yang ke dua. Dan bulan depan akan jadi yang
ketiga. Ditempat itulah Luhan merayakkan ulang tahunnya 2 tahun terakhir bersama
Ha Na dan begitupula sebaliknya.
Ditempat
itulah dimana banyak kenangan-kenangan bersama Luhan yang ia lalui.
Kenangan-kenangan indah yang selalu Ha Na rekam didalam memorinya. dan
disaat-saat tertentu, ia akan memutarnya kembali, dan ketika ia mengingat
memorinya bersama Luhan kembali, ia dapat tersenyum walau ia mengalami hari
buruknya sekalipun. Bahkan ia pernah berjanji tidak akan menghapusnya walau
apapun yang terjadi. My Memories is very
precious—Ha Na.
“Hai.
Lu..”Ujar Ha Na duduk dikursi yang berhadapan dengan Luhan. Ia meletakkan
kantong plastiknya dibawah. Didekat kaki kursinya.
Tatapan Luhan
yang tadinya mengarah ke jendela. Sekarang berpindah ke gadis yang berada
dihadapannya itu. Lalu menarik bibirnya sehingga membentuk seulas senyuman.
Bahkan
dihubungan mereka yang telah berjalan hampir 3 tahun. Senyuman Luhan mampu
membuat Ha Na meleleh ditempat itu. Saat itu juga. Ia bersyukur ia selalu dapat
menikmati senyuman itu. Namun senyumannya hanya bertahan 3 detik. Biasanya ia
dapat menikmatinya lebih dari 10 detik.
“Kau
sudah pesan sesuatu?” Tanya Luhan. Terlihat datar-datar saja. Sebenarnya apa
yang terjadi? Kenapa senyum yang terlihat tulus itu kadarnya terlihat
berkurang?
“Nanti.
Aku akan pesan. Kau pesan 2 gelas Americano? Aku baru tahu jika kau
menyukainya.” Ujar Seol Ha Na ketika melihat satu gelas besar kopi Americano
yang sudah habis. Dan satu gelas lagi dengan isinya yang hanya tinggal setengah
berada diatas meja.
“Aku
hanya sedang ingin meminumnya..” Jawab Luhan. Singkat.
Kemudian
sunyi mengambil alih. Tak biasanya ia seperti ini..
ia lebih suka mendengar Luhan yang menceritakkan kejadian-kejadian yang ia alami setiap harinya. Ia suka Luhan yang selalu bersemangat ketika bertemu dengannya. Ia suka senyum Luhan yang terlihat seperti bunga matahari yang ceria. Lalu kemana semua itu?
Hal ini
membuat dada Seol Ha Na terasa sesak. Telapak tangannya mendadak berkeringat
dan detak jantungnya berdetak 3 kali lipat lebih cepat dari biasanya. Apa yang
terjadi? Kenapa perasaan aneh terus menyelimuti hati Seol Ha Na. Pasti ada yang
tidak beres dengan Luhan. Luhan menjadi diam seperti ini…
Membiarkan
kecanggungan yang hampir tidak pernah menyelimuti mereka mendadak dibiarkan
mendominasi. Entah kenapa Seol Ha na mendadak merasa takut..
Luhan
yang terus-terusan ditatap juga juga menyerah. Ia lebih memilih menatap sepatu
abu-abunya yang terus berketuk ke lantai. “Pesan lah sesuatu..” Ujarnya
kemudian ditengah-tengah kesunyian yang akhirnya terpecahkan oleh suara Luhan.
Suaranya serak, tidak seperti biasanya, dan Ha Na tak tahu kenapa.
Terdengar
seperti habis menangis.. Namun mata Luhan terlihat biasa saja. Tidak ada yang
membengkak atau semacamnya.
Seol Ha
Na pun akhirnya memutuskan memesan sesuatu. Ia mengangkat tangannya dan memesan
Cappuchino dan 2 cup muffin. Seperti rencananya setelah masuk ke café.
Kali ini
Luhan menatap Seol Ha Na. Dengan tatapan yang demi apapun Seol Ha na tidak
dapat memahaminya. Tatapannya tidak dapat dimengerti. Tersirat sesuatu
didalamnya.
Ha Na
berdehem kecil. Mendadak pita suaranya ikut-ikutan tidak berfungsi normal. Ia tidak terbiasa dengan situasi canggung
seperti ini. Mungkin jika tidak ada yang mengalah dan terus-terusan tidak
membuka suara terlebih dahulu. Keadaan ini akan terus berlanjut hingga coffee
shop ditutup.
“Sebenarnya
apa yang akan kau katakan? Aku tidak mau jika kau diam terus seperti itu.” Ujar
Seol Ha Na sambil menunduk. Topi cokelat yang ia kenakan dan poni rambutnya
menutupi wajahnya.
Luhan
tak menjawab. Lebih tepatnya belum menjawab. Berpikir kata-kata apa yang tepat
untuk dilontarkan.
“Kau
terlihat aneh hari ini. Kau sedang banyak pikiran? Atau terjadi sesuatu?” Tanya
Seol Ha Na khawatir. Ia melipat tangannya diatas meja dan menatap seluruh tubuh
Luhan dengan intensif. Memastikkan Luhan baik-baik saja.
“Aku
terlihat begitu?” Tanya Luhan.
Seol Ha
Na mengangguk pelan. Lalu mendongakkan kepalanya. Berharap dapat melihat senyum
Luhan yang ia lihat seperti biasanya. Namun nihil. Ia malah kembali menatap
sepatunya.
Untuk
apa Luhan menyuruhnya kemari jika hanya untuk menemani Luhan menatap sepatunya?
Seol Ha Na butuh kepastian. Rasa ingin tahunya sangat besar..
Pesanannya
datang. Ia meraih cangkirnya dan menyesap cairan kopi dengan busa kopi yang
lembut diatasnya. Berharap datang sebuah ketenangan untuk hatinya.
Luhan terlihat
menarik nafas pelan.
“Bagaimana
jika kita akhiri saja?”
Deg.
Kata-kata
itu meluncur cepat dari bibir Luhan sementara otak Seol Ha Na masih belum bisa
memahami kata-kata tersebut. Apa yang dia maksud dengan kata “Akhiri” ?
“Apa
maksudmu?” Ujar Seol Ha Na tak mengerti. Ia meletakkan cangkir kopinya perlahan
dengan tatapan yang masih mengarah ke iris mata Luhan. Tatapan tidak mengerti..
Jika ia mempunyai tatapan seperti itu. Mungkin semua jenis tatapan “tidak
mengerti” akan ia keluarkan semuanya.
Luhan
menatap balik Seol Ha Na. “Hubungan kita..”
Detik
dimana kata-kata Luhan yang terucap. Dimana ia mengatakkan “hubungan kita”.
Rasanya.. Dunia Seol Ha Na berhenti disaat itu juga. Semuanya.. Dunianya..
Keringat dingin tak lagi membasahi telapak tangannya, namun seluruh tubuhnya..
Ia ingin.. Detak jantungnya berhenti saat itu juga…
Sorot
mata Luhan terus menjajaki bola mata Seol Ha Na dan berharap menemukkan sebuah
anggukkan. Anggukan bahwa mereka sepakat untuk mengakhiri semuanya. Mengakhiri
kisah cintanya. Mereka berdua.. Disini.. Ditempat ini..
Namun
tampaknya, harapan Luhan terlalu muluk. Karena Seol Ha Na sangat mencintai Luhan..
Begitu mencintai Luhan.. Sampai-sampai ketika ia mendengar kata”Akhiri” dari
mulut Luhan kekasihnya yang ia cintai, ia begitu ingin meloncat ke sungai Han
dari pinggir Jembatan dan tenggelam bersama semua kenangan yang mereka buat
selama ini..
Hubungan
mereka selama 3 tahun ini terbilang baik-baik saja. Memang terkadang diselipi
dengan kecemburuan-kecemburuan yang pada akhirnya berakhir dengan kata maaf
yang manis, atau kecupan dikening. Lalu salah satu dari mereka akan dengan
mudah memaafkan dan mereka kembali seperti biasa. Sesuatu seperti itu wajar
terjadi di dalam sebuah hubungan,bukan?
Namun
kenapa tiba-tiba Luhan ingin semuanya berakhir?
“Kau
marah karena aku terlambat 10 menit? Jangan bercanda Lu.. Aku sedang tidak
ingin..” Jawab Seol Ha Na. berusaha menganggap ucapan Luhan hanya
banyolannya—yang sama sekali tidak lucu—semata. Masih berusaha menampik semua
kata-kata Luhan yang terdengar menyakitkan bagi dirinya.
Apa yang
dipikirkan pria itu? Pria itu ingin mengakhiri semuanya? Setelah apa yang telah
mereka berdua lalui bersama. Semua kebahagiaan yang tercipta setelah Luhan
datang ke dalam hidup Seol Ha Na. Memenuhi ruang-ruang otak Seol Ha Na dengan
perlakuan Luhan yang manis terhadap dirinya. Merekam semua kenangan-kenangan
bersama Luhan dan senyuman bunga mataharinya yang cerah..
Memikirkan
apa yang akan terjadi 10 tahun kedepan..
Mereka akan menikah di tengah lapangan bola—Ini ide Luhan. Dengan konsep garden party—Ini ide Ha Na. Memiliki anak pertama—perempuan bernama Lu Na—Gabungan nama Luhan Dan Ha Na. Lalu mereka akan menghabiskan waktu bersama. Hidup bersama selamanya.. Menua bersama..
Mereka akan menikah di tengah lapangan bola—Ini ide Luhan. Dengan konsep garden party—Ini ide Ha Na. Memiliki anak pertama—perempuan bernama Lu Na—Gabungan nama Luhan Dan Ha Na. Lalu mereka akan menghabiskan waktu bersama. Hidup bersama selamanya.. Menua bersama..
Dan Luhan
mengatakkan bahwa ia ingin mengakhiri hubungan mereka.
Luhan
kau gila..
Luhan kau tidak bisa.. Tidak bisa mengakhiri kisah kau dan Ha Na begitu saja..
Luhan kau tidak bisa.. Tidak bisa mengakhiri kisah kau dan Ha Na begitu saja..
“Apa aku
terlihat bercanda? Aku serius Seol Ha Na..” Ujar Luhan. Yang biasanya memanggil
Ha Na dengan panggilan Chagi atau sejenisnya.
Seol Ha
Na hanya bisa membatu.. Mendadak suaranya tercekat dan ia tidak bisa bersuara
lagi..
“Ha Na
aku ingin mengakhiri semuanya..” ujar Luhan Lagi. Yang lagi-lagi membuat dada
seol Ha Na lebih sesak dari sebelumnya.
Perlahan
bulir-bulir air itu keluar dari mata Seol Ha Na. Air yang keluar ketika kita
merasa bahagia.. Atau sedih… Dan kali ini.. air mata Seol Ha Na adalah air mata
kesedihan.
“Kenapa
Lu? Apa aku melakukkan kesalahan? Apa kesalahan yang aku buat sehingga kau
ingin mengakhiri hubungan kita?”
Menanyakan hal ini membutuhkan keberanian dan ketegaran hati yang besar
bagi Seol Ha Na. Ia sudah tak sanggup lagi untuk menatap mata Luhan. Ia tak
mau..
Ia tak mau menerima kenyataan itu..
Bahwa..
Luhan
yang manis..
Luhan
yang memiliki senyuman bunga matahari..
Luhan
yang selalu menyinari hari-harinya…
Luhan
yang sangat ia cintai..
Dapat
menyakiti hatinya.. Dengan telak…
Sementara
Seol Ha Na tidak dapat berbuat apa-apa. Air matanya semakin mengalir deras
diiringi dengan suara sesegukkan.. Ia masih tidak dapat mempercayai semua ini..
Semudah
itu kah? Semudah itu kah Luhan mengatakkannya?
Jika memang
Seol Ha Na yang ingin mengakhiri semuanya-pun. Ia tak akan pernah sanggup..
Tidak akan pernah sanggup untuk mengatakan.. “Aku ingin mengakhiri hubungan
kita..” kepada Luhan.
Ia
terlalu..
Mencintai
Pria itu..
Luhan
menatap mata Seol Ha Na. “Aku menyukai wanita lain..” Ujar Luhan. Lalu
mengaduk-ngaduk kopi americanonya dengan sedotan.
Sekali
lagi, kata-kata Luhan yang singkat itu, mampu memberhentikkan segalanya.. Seol
Ha Na dan dunianya..
4 kata..
Aku.. menyukai..Wanita… lain.. Hanya 4 kata..
Namun mampu mengoyak seluruh perasaan Seol Ha Na. Ia hampir tak mampu mengutarakan apapun lagi.
Seluruh
kakinya melemas tanpa diperintah.
Bagaimana dengan mudah Luhan mengatakkannya? Bagaimana bisa?? Mengetahui, bahwa setelah berpacaran dengan Luhan, Seol Ha Na tak pernah sekalipun melirik laki-laki dikampusnya.. Bagaimana bisa Luhan melakukkan hal itu padanya? Ia menyukai wanita lain?
“Sejak
kapan kau menyukainya?” Tanya Seol Ha Na. Berusaha menahan air matanya..
Berusaha Kuat berada dihadapan Luhan. Berusaha membuat Luhan menyesal jika
mengatakkan hal itu padanya.
“Ah.. 2
minggu yang lalu..” Jawab Luhan. Lalu meminum kopinya sampai habis. Dengan nada
tanpa satupun rasa penyesalan.
2 minggu
yang lalu. Siapa yang Luhan sukai? 2 minggu yang lalu kampusnya mengadakkan
seminar. Sebagai panitia. Apakah Luhan menyukai salah satu peserta?
Atau, 2 minggu yang lalu Luhan pergi ke sekolahnya saat sekolah menengah untuk hadir diacara reuni. Apakah ia menyukai teman lamanya?
Atau, 2 minggu yang lalu Luhan pergi ke sekolahnya saat sekolah menengah untuk hadir diacara reuni. Apakah ia menyukai teman lamanya?
“Bagaimana
bisa? Kita sudah menjalaninya selama 3 tahun..” Ujar Seol Ha Na. Menyeka dan menghapus
air matanya yang sekuat tenaga ia tahan, namun pada kenyataannya ia gagal. Luhan
dengan mudah melupakkan semua kenangan bersamanya selama 3 tahun? Luhan kau
sungguh hebat!
“Aku
menyukai wanita lain.. Dan aku tidak mau menyakiti perasaanmu.. Lebih baik kita
akhiri dari sekarang..” Luhan menatap Seol Ha Na lagi. Ucapannya tepat pada
sasaran.
Luhan
mengatakkan bahwa ia menyukai wanita lain, itu sudah lebih dari cukup menyakiti
Seol Ha Na. Ia bilang ia tak mau menyakiti hatinya? Ia mengatakkan hal itu
dengan mudah.. Dan dari sekali lihat, Seol Ha Na yakin hati Luhan tak lagi
untuknya. Posisi itu sudah tergeser oleh wanita yang Luhan sukai baru-baru ini.
Seol Ha Na di hati Luhan.. Sudah tidak memiliki tempat lagi..
Seol Ha
Na berusaha untuk tidak menangis. Entah mendapat kekuatan dari mana lagi.. Ia
membalas argumen Luhan. Ia berusaha untuk melepas Luhan, jika itu yang memang Luhan
inginkan. Jika Luhan bukan lagi miliknya. Ia bisa apa? Ia tak bisa memaksa
perasaan seseorang untuk terus berada di satu garis lurus. Ia tak bisa
mengekang Luhan untuk terus mencintainya.
“Baiklah,
cinta tidak harus memiliki bukan..? Jika itu maumu.. kejarlah wanita manapun
yang kau inginkan. Aku akan tetap terus mencintaimu.. walaupun kau tidak lagi
merasakkan hal yang sama..”
Luhan
sedikit tersentak.
Bukankah
jawaban itu yang Luhan inginkan? Bukankah ia ingin jika Seol Ha Na melepasnya??
Luhan
menghembuskan nafas pelan. Berusaha mengontrol perkatannya.. Dan memilah jenis
kata apa yang tepat ia lontarkan pada saat ini.. Kata perpisahan..
“Ha
Na-yah, Terima kasih, kau sudah menjadi bagian dari hidupku.. terima kasih
karena kau sudah menerimaku apa adanya.. Dengan segala kekurangan yang aku
punya….—“
Tangis
Seol Ha Na makin menjadi-jadi. Air matanya terus mengalir deras. Tidak peduli
seberapa banyak orang di Coffee shop yang menyaksikkan hal itu. Seol Ha Na
tidak peduli. Sesungguhnya ia benar-benar tidak peduli.. Ia membiarkan air
matanya keluar dengan semaunya, mengeluarkan segala kesedihan yang ia rasakan.
“Terima
kasih sudah mau menjadi kekasihku selama 3 tahun ini. Terima kasih sudah
menemani hari-hariku.. Maaf jika aku menyakiti hatimu.. Maaf jika aku melukai
perasaanmu..Ini…—“
Luhan
meletakkan sebuah kunci kecil. Di atas meja.
“Ini
kunci gembok yang kita pasang di N Seoul tower. Dulu aku takut jika kau yang
akan berubah pikiran.. Makanya aku menyimpan kunci ini. Namun kenyataannya aku
yang berubah pikiran… Jika kau mau,
lepaskan gembok itu..”
“Aku
pergi.. Maafkan aku..” Ujar Luhan. Lalu bangkit dari tempat duduknya. Ia
berjalan dan akhirnya keluar dari Coffee shop. Tak seperti biasanya. Jika Luhan pergi, Seol Ha Na akan terus melihat
Punggung Luhan.. Ia akan terus melihatnya sampai Luhan hilang dari pandangan..
Namun
kali ini.. Ia tak sanggup melihatnya…
Ia tak
sanggup.
▲
Seol Ha
Na tak peduli seberapa banyak orang yang mengiranya sudah kehilangan kewarasan
atau sejenisnya. Saat ini dia memilih untuk belum menghentikkan tangisnya..Ia
menangis dalam keadaan berjongkok ditengah trotoar....
Menelungkupkan
wajahnya dengan lengannya..
Ia tampak sangat berantakan..
Tidak peduli jika nanti matanya akan membengkak karena terlalu banyak menangis.
Ia tampak sangat berantakan..
Tidak peduli jika nanti matanya akan membengkak karena terlalu banyak menangis.
Hatinya
dilanda kekecewaan yang besar.
Kenapa Luhan
berubah? Kenapa Luhan jadi seperti itu?
Apa yang
ia perbuat? Apa kesalahannya yang membuat Luhan memutuskan untuk mengakhiri
semuanya?
Kenapa Luhan
bisa menyukai wanita lain? Apa yang kurang dari dirinya?
Ia tak
pernah membayangkan hidup tanpa luhan..
Karena sesungguhnya, membayangkannya saja Seol Ha Na tak akan pernah berani..
Karena sesungguhnya, membayangkannya saja Seol Ha Na tak akan pernah berani..
Hidup
tanpa luhan.. Sama sekali bukan hidup..
Ia tak mau hidup tanpa melihat luhan.. Tanpa senyuman yang ia sukai..
Ia tak mau hidup tanpa melihat luhan.. Tanpa senyuman yang ia sukai..
Senyuman
bunga matahari.. Senyuman favoritnya..
Aku tidak tahu seberapa kuatnya
aku tidak melihatmu. Luhan..
karena jika tak melihatmu satu hari saja.. Aku akan sangat merindukkanmu …
Apa setelah ini, kita akan terus bertemu?? Kita akan sering berpapasan?? Aku akan tetap bisa melihatmu??
karena jika tak melihatmu satu hari saja.. Aku akan sangat merindukkanmu …
Apa setelah ini, kita akan terus bertemu?? Kita akan sering berpapasan?? Aku akan tetap bisa melihatmu??
Walaupun jika kau berpura-pura
tidak mengenaliku.. Atau membuang wajahmu ketika bertemu denganku..
Walaupun kau tidak menyapaku seperti dulu lagi—Yang penuh kehangatan..
Asalkan bisa melihatmu, itu sudah lebih dari cukup..
Karena yang kubutuhkan saat ini hanya terus bisa melihat wajahmu..
Walaupun kau tidak menyapaku seperti dulu lagi—Yang penuh kehangatan..
Asalkan bisa melihatmu, itu sudah lebih dari cukup..
Karena yang kubutuhkan saat ini hanya terus bisa melihat wajahmu..
Aku tidak tahu,
Aku tidak tahu, seberapa tahannya aku jika tidak melihatmu??
Apa setelah ini kita tidak akan pernah bertemu? Apa setelah ini kau akan menghilang? Atau menghindari diriku?
Aku tidak tahu, seberapa tahannya aku jika tidak melihatmu??
Apa setelah ini kita tidak akan pernah bertemu? Apa setelah ini kau akan menghilang? Atau menghindari diriku?
Luhan..
Namun Satu hal yang pasti..
Namun Satu hal yang pasti..
Aku tidak akan pernah menghilang…
Jika kau ingin kembali..
Aku akan dengan rela akan menerimamu kembali..
Aku akan menerimamu kembali ke sisiku..
Aku tidak peduli seberapa
menyakitkannya hal yang kau perbuat..
Aku tidak peduli jika kau melukai perasaanku..
Karena aku akan selalu memaafkanmu..
Aku tidak peduli jika kau melukai perasaanku..
Karena aku akan selalu memaafkanmu..
Aku mencintaimu Luhan..
Aku mencintaimu…
Aku mohon.. Kembali ke sisiku..
Aku mau kau ada disisiku..
Aku mau kau ada disisiku..
▲
Setelah perdebatan panjang dengan
hatinya, akhirnya Seol Ha Na memilih pergi ke N Seoul tower. Berusaha
melepaskan semua rasa kesedihannya. Mungkin dengan begitu, dengan sedikit
berjalan-jalan disana hatinya akan merasa lebih tenang. Dan ia bisa meluapkan
semua perasaannya. Di puncak N Seoul tower.
Ia memutar-mutar kunci kecil yang
Luhan berikkan. Kunci yang dulu hampir Seol Ha Na buang..Kunci dari gembok
cinta yang mereka pasang 1 tahun yang lalu.
“Jangan dibuang…” Ujar Luhan lalu merebutnya dari tangan Seol Ha Na yang
hampir melempar kunci itu.
“Kenapa?? Kan jika kita membuangnya. Jika kita tidak melepas gembok
itu.. Cinta kita akan abadi..” Jawab Seol Ha Na, berusaha merebut kunci itu
kembali.Namun karena postur tubuhnya yang pendek, ia tak mampu meraih kunci itu
yang diangkat Luhan tinggi-tinggi.
“Aku takut jika kau berubah pikiran.. Jika kau menemukkan pria lain
bagaimana??” jawab Luhan. Dengan nada sedikit menggoda.
“Aku kan tidak seperti itu..” Ujar Seol Ha Na. Mengerucutkan bibir, Lalu
mendengus kesal karena dianggap akan berpaling dari Luhan.
“Kita kan tidak tahu apa yang akan datang..” Ucap Luhan lagi.Terlihat
seperti bergumam.
“Bagaimana jika kau yang berubah pikiran? Bagaimana jika kau yang
berpaling dariku??” Tanya Seol Ha Na. Tubuhnya semakin mendekat.. Berusaha
meminta kejelasan, dan suaranya menodong jawaban.
“Tidak akan..” Ujar Luhan. “itu tidak akan terjadi..” Lalu Luhan
mengacak-ngacak rambut Seol Ha Na pelan.
“Seperti katamu, kita kan tidak tahu apa yang akan datang..” Ucap Han
Seo Ra mengulang perkataan Luhan. Menundukkan kepalanya.
“Jadi kau memang akan berpaling dariku? Ya!” Ujar Luhan lalu menjitak
kepala Han Seo Ra.
“Aishhh. Aku tidak akan melakukkannya. Karena aku, sangat sangat sangat…”
Seol Ha Na menggantungkan jawabannya.
“Sangat apa?” Tanya Luhan penasaran. Raut wajahnya berubah serius.
“Sangat sangat sangat mencintaimu..”Lanjut Han Seo Ra. Menatap iris mata
Luhan yang jauh lebih tinggi darinya.
Bibir Luhan tertarik membentuk seulas senyum manis. Senyuman bunga mataharinya.
Senyuman favorit Seol Ha Na. Yang mampu ia nikmati dalam jangka waktu lebih
dari 10 detik.
“Aku juga..” Ujar Luhan. “aku juga sangat sangat sangat mencintaimu..”
Seol Ha Na tertawa miris. Saat
ini Ia berada didepan ratusan.. Bahkan ribuan gembok cinta yang dipasang di N
Seoul Tower. Ribuan-ribuan gembok itu seolah meledeknya.. Pemilik ribuan gembok
itu tidak ada yang diminta oleh pasangannya untuk melepas gembok itu..
Pandangannya tertuju gembok
miliknya—dengan Luhan. Lalu ia menghampirinya..
Gembok yang ia pasang bersama Luhan
masih ada disana..
Ia memasangnya sedikit berjauhan dengan gembok yang lain agar mudah diingat, dan tidak tertutupi oleh gembok lain. Gemboknya berwarna peach dengan hiasan hati didepannya. Seol Ha Na sendiri yang memilihnya karena ia suka warna peach. Lalu Luhan dengan senang hati mengiyakannya.
Seol Ha Na menyentuh gembok itu.
Saat itu Luhan dan Seol Ha Na
berjanji tidak akan melepas gembok itu dari sana sampai kapanpun. Membiarkan
gembok itu terus berada disana selamanya..
Mungkin sekarang Luhan berharap
jika Seol Ha Na akan melepasnya. Melepas gembok itu dari sana..
Namun Seol Ha Na berusaha
menepati janjinya. Untuk tidak akan melepas gembok itu sampai kapanpun. Mungkin
bagi Luhan hubungan mereka sudah berakhir sampai disini. Namun tidak bagi Seol
Ha Na..
Walaupun ia sudah berusaha
melepaskan Luhan..
Namun cintanya untuk Luhan tidak akan berakhir sampai kapanpun..
▲
Mengapa semua kenangan tentang Luhan
mendadak berkelebat di kepalanya. Bagaikan flashback..
Ia masih merasa Luhan masih menjadi miliknya.. Ia masih merasa bahwa hati Luhan
masih untuknya..
Mengapa semua hal di kota ini
memiliki banyak kenangan?? Kenapa banyak kenangan yang mereka berdua ukir
dikota ini..
Semua itu hanya akan membuat Seol
Ha Na mengingat semuanya.. Semua kenangannya bersama Luhan..
Tapi bukankah ia sudah berjanji?
Berjanji tidak akan pernah menghapus segala bentuk kenangan, hati, dan
perasaannya untuk Luhan? Ia sudah berjanji akan hal itu apapun yang terjadi. Ia
akan terus menyimpannya sampai ia mati..
Namun sekarang terjadi..
Luhan bukan miliknya lagi. Dengan
kerelaan hati yang begitu besar ia berusaha melepas Luhan.. Namun ia tak akan
membiarkan perasaan cintanya sendiri untuk luhan, lepas.. Ia akan terus
menggenggamnya..
Kisah yang kita rajut bersama, memang
berakhir pada akhirnya. Namun seluruh perasaan
Ku padamu tidak akan pernah berakhir… Xi Lu Han.
Ku padamu tidak akan pernah berakhir… Xi Lu Han.
▲
Ia sampai di lantai paling atas N
Seoul tower. Ia berniat berada disana sampai tempat itu ditutup. Malam mulai
menjelang dan tempat itu juga mulai sepi. Udara seoul mulai mendingin seperti
malam-malam biasanya. Asap putih masih saja keluar dari mulut ketika
berbicara.. Padahal kuncup-kuncup bunga Cherry blossom hampir bermekaran.
Menandakkan musim semi akan segera tiba.
Memang, jika Seol Ha Na merasa
sedih, ia akan datang ketempat ini. Duduk menikmati segala bentuk keindahan
lampu-lampu kota seoul yang berwarna-warni dari kejauhan. Membayangkan betapa
banyak orang dikota itu.. berusaha berfikir bahwa banyak orang yang mengalami hal
yang sama dengannya..
Ia tak sendiri..
Ia tak sendiri..
Ditangannya sudah terdapat
segelas kopi yang masih hangat. Ia sedang butuh banyak kafein malam ini. Putus
cinta membuatnya hampir kehilangan akal sehatnya, dan. Bahkan Ia meninggalkan
seplastik besar makanan instan yang sudah ia beli disupermarket tadi di Coffee
shop. Ia sudah tidak peduli lagi..
Yang hanya ada didalam pikirannya
saat ini hanya Luhan..
Hanya Luhan. Tidak ada yang lain
lagi..
Membuat Seol Ha Na mengingat
jalan menuju Bukit namsan merupakan sebuah keajaiban. Mengingat arah langkah
dan pandangannya yang tak sejalan. Pikirannya melayang-layang entah menembus
dimensi mana. Berharap kesedihannya ikut meluap bersama angin musim semi yang
sejuk—yang baru saja datang. Terbang bersama guguran bunga-bunga Cherry blossom
yang tertiup angin.. Menyatu dengan angin sehingga ia bisa terbang. Dan dapat
melihat Luhan kapan saja dari ketinggian tanpa Luhan ketahui..
Saat pikirannya melayang jauh…
Ketika melamun adalah hal yang ia lakukkan tanpa sadar
Manik matanya menangkap sesuatu..
Manik matanya menangkap sesuatu..
Sudut matanya melihat sesuatu…
Seseorang yang sedang berada
dipikirannya..
Seseorang yang sudah masuk
kedalam kehidupan Seol Ha na selama 3 tahun, lalu dengan sukses orang itu memporak-porandakan
hatinya sekitar 3 jam yang lalu..
Luhan!
Ia berada disana juga. Duduk di
sana.. Menikmati keindahan kota seoul dari atas sini juga.
Mendadak ia tak bisa mengontrol
langkah kakinya. Dengan cepat ia berjalan menghampiri Luhan.
Namun, baru saja ia akan
menghampiri Luhan. Dan ia ingin mengatakkan bahwa ia menyesal merelakkan Luhan.
Ia tak ingin berpisah dengannya, dan ia tak ingin Luhan pergi darinya..—Matanya
menangkap sesuatu lagi.
Kali ini mampu membuatnya
mengurungkan niatnya. Menghentikkan langkahnya yang sudah menggebu-gebu ingin
menghampiri Luhan. Mampu membuat hatinya tercekat sekali lagi.. Dan Luhan dengan
sukses menyakiti hatinya sekali lagi..
Luhan tak sendiri..—Ada wanita
yang berada disampingnya.
Meminum kopi bersama. Dengan
jarak yang dekat.. Membuang jarak mereka dan menghangatkan tubuh dengan berbagi
pelukan..
Yang dulunya pelukkan itu hanya untuk
Seol Ha Na.
Seperti tidak cukup air mata yang
sudah ia keluarkan. Ia kembali mengeluarkannya.. Air mata itu keluar dengan sendirinya
tanpa bisa ia cegah..
Ia membalikkan tubuhnya.. Tak
ingin melihatnya lagi..
Berusaha berlari sekuat mungkin
turun menuruni N Seoul tower. Lalu berlari dari sana menuruni bukit namsan. Ia
berlari.. Tidak peduli seberapa lelahnya ia.. Tidak peduli jika betisnya
merengek minta istirahat.. Tidak peduli bahwa dia akan kelelahan karena
berlari.. Tidak peduli sesungguhnya ia tidak peduli…
Ia ingin pergi dari sana..
ia tak mau melihatnya lebih banyak lagi..
Bahkan berusaha menampik bahwa
laki-laki yang dilihatnya bukanlah Luhan..
Namun kenyataan berkata lain..
Laki-laki itu, memanglah Luhan…
▲
Three Month later
Luhan menghilang dari kehidupan
Seol Ha Na.
Ia tak pernah melihat Luhan lagi dikampus.. dirumahnya..
Dimana-mana..
Bahkan ia tak pernah melihat Luhan
di coffee shop lagi.
Ia tak pernah melihat Luhan
lagi..
Saat luhan memutuskan hubungan
dengannya. Ketika Luhan berada di N Seoul Tower.
hari itu adalah hari terakhir dimana Seol Ha Na melihat wajah Luhan dengan mata kepalanya sendiri.
Apakah Luhan pergi karena ingin
melupakan semuanya? Semua kenangan bersama Ha Na?
Dan Luhan ingin memulai sesuatu
yang baru dengan orang yang disukainya?
Seol Ha Na tak pernah tahu..
Tidak pernah tahu..
Mengapa Luhan pergi..
Mengapa Luhan menghilang dari
kehidupannya..
Memang terlalu banyak kenangan yang mereka rajut bersama dikota ini, hati Seol Ha Na pun terkadang sesak jika pergi ke tempat-tempat favorit mereka berdua ketika masih bersama..
Lotte world, N Seoul Tower,
Jembatan Sungai Han..
Tempat-tempat itu dulu menjadi
saksi, betapa Seol Ha Na mencintai Luhan dan begitupun sebaliknya.. Betapa
mereka berdua menjadi pasangan yang bahagia dan dapat membuat semua orang iri
ketika melihatnya..
Kadang Seol Ha Na bertekad pergi
kesana.. Memutar kembali semua ingatan tentang kisah cintanya..
Mengenang masa-masa indahnya bersama Luhan..
Mengenang masa-masa indahnya bersama Luhan..
Walau pada akhirnya akan pulang
dengan berderai air mata..
Pada kenyataannya Seol Ha Na tak
bisa hidup tanpa Luhan. Namun kenangan-kenangan itu yang memberikannya kekuatan..
Kenangan itu tetap ada.. tetap
tersimpan baik di memori otaknya.
Walaupun jika sekarang ia memutarnya, bukan senyuman lagi yang ia torehkan
seperti dulu, walau di hari buruknya sekalipun..
Ia masih merasa bahagia..
Ia masih bisa bahagia..
Karena kenangan bersama Luhan
tetap hidup bersamanya..
Menemani hari-harinya..
Menemani hari-harinya..
▲
Seol Ha Na menjemur
pakaian-pakaiannya setelah ia menonton video Luhan dan dirinya yang sedang
berlibur ke pulau Jeju satu setengah tahun yang lalu, menikmati indahnya pantai
dari pinggir dan duduk-duduk dipasir.
Menuliskan nama mereka berdua di pasir dan menikmati semua itu
sampai sore menjelang. Sunset di jeju begitu indah.
Sangat indah sampai-sampai Seol
Ha Na merekam seluruh momen-momen indah tersebut.
Matahari sedang bersinar cerah.
Burung-burung berkicau bersahut sahutan. Beberapa burung sedang bertengger di
ranting-ranting pohon. Awan hanya muncul sebait-sebait.. Dongakkan kepala, dan
yang hanya kita lihat hanya langit yang berwarna biru..
Pepohonan sudah mulai rimbun
kembali, karena musim semi telah kembali tiba. Meninggalkan segala bentuk udara
yang membekukkan—musim dingin.
Rencananya hari ini ia akan pergi
ke universitas kyunghee. Universitas itu memang bukan kampusnya. Namun ia hanya
ingin melihat ribuan pohon cherry blossom dan kuntum bunganya yang mulai
berguguran.
Sepanjang jalan ia akan melihat
bunga-bunga sakura yang berwarna merah muda itu terhampar diseluruh penjuru
taman. Lalu ia akan duduk-duduk dibawahnya.. Melihat pemandangan itu sepuasnya
sampai siang hari..
Itu akan membuatnya lebih
bahagia.
Seol Ha Na menyelampirkan selimut
yang baru ia cuci ke tali jemuran yang tergantung dan membentang dari ujung
rumah sampai ujung pagar. Lalu merapikannya sedikit agar saat diangkat nanti
tidak berkerut. Namun ketika ia akan mengambil pakaiannya lagi dari ember yang
berada dibawah kakinya..
Ia melihat sebuah kaki dan sepatu
cokelat yang berjalan ke arahnya.
Seol Ha Na mengerutkan alisnya,mengantisipasi
siapa yang berjalan ke arahnya, lalu
menyibakkan selimut itu.
Tampak seorang wanita berada
dibaliknya.
Ia tak mengenal wanita itu. Namun
mengapa sosoknya begitu familiar baginya.. Ia sepeti pernah melihatnya disuatu
tempat.
Seol Ha Na memutar otaknya, berusaha
mengingat-ingat siapa wanita dihadapannya itu.
Dan! Ia berhasil mengingatnya..
Gadis itu.. Gadis itu adalah
gadis yang bersama Luhan waktu itu.. di N Seoul Tower. Ia terlihat cantik
ketika dilihat dari dekat.
“Kau..?” Ujar Seol Ha Na. ia
yakin bahwa ingatannya benar. Dan tiba-tiba hatinya merasa sesak kembali..
Luhan meninggalkan dirinya untuk gadis ini..
“Kau kekasih Luhan kan?” Ucap
wanita dihadapan Seol Ha Na.
Alis Seol Ha Na bertaut. Bingung
lebih tepatnya. Tadinya Seol Ha Na ingin mengangguk. Tapi hatinya menyuruhnya
untuk tidak melakukkan hal itu..
Ingat seol Ha Na! kau dan Luhan sudah putus.. hubunganmu bersamanya sudah berakhir..
“Hubungan kami sudah berakhir.
Dia meninggalkanku..” Jawab Seol Ha Na. “Bukankah dia kekasihmu..?”
“Dia.. temanku..” Jawab wanita
itu. “Aku tidak pernah memiliki hubungan apapun dengannya. Kami hanya teman.
Teman sejak kecil.. dia dekat denganku sejak kecil..Ah, aku lee ji eun.”
Tambahnya. Lalu memperkenalkan diri.
Mata Seol Ha Na terbelalak.Gadis
ini bukanlah kekasihnya.. Lalu siapa orang yang Luhan sukai? Siapa yang Luhan
maksud waktu itu jika bukan wanita di hadapannya itu.
“Aku menemukan ini di laptop Luhan.
Luhan suka menulis sesuatu di jurnal laptopnya.” Ujar wanita bernama Lee Ji eun
itu lalu memberikkan sebuah flashdisk kepada Seol ha na. “Aku sudah
meng-copynya ke dalam situ.”
Alis Seol Ha Na berkerut sekali
lagi. Sebenarnya ada apa ini? Kenapa tiba-tiba wanita ini memberikkan sebuah
flasdisk kepada dirinya?
“Bacalah. Semuanya ada disana..
Alasan mengapa dia meninggalkanmu..”
▲
Perlahan ia memasukkan flashdisk
itu ke laptopnya. Lalu dengan hati berdebar ia membuka file-file yang berada
didalamnya. Ia menemukkan banyak sekali file..
File tulisan-tulisan Luhan,
berikut seluruh tanggal dimana ia menulisnya.
Matanya terpaku pada file
dengan tanggal 14 Juli 2012. Hari dimana
Luhan pergi meninggalkannya. Hari dimana hubungan mereka yang sudah mereka
jalani selama 3 tahun, selesai begitu saja.
Perlahan ia membuka file itu. Dan
membacanya..
Aku berada di café itu sejak pukul 2 siang. Mencoba menjernihkan
pikiranku. Apakah keputusan yang aku buat sudah tepat? Apa meninggalkan Seol Ha
Na adalah keputusan yang tepat?
Karena bagiku..
Aku sama sekali tidak ingin kehilangan dirinya..
Ketika aku melihatnya sampai dicafe itu, ia membawa satu plastik besar
belanjaan, sepertinya ia habis berbelanja bulanan—yang biasanya kami lakukan
bersama. Senyumnya begitu bahagia.. Matanya berbinar-binar dan aku suka
melihatnya, betapa aku ingin menyapanya... betapa aku ingin bertanya “bagaimana
harimu?” atau “Kau ingin kemana hari ini?”
Aku tidak bisa melakukannya lagi..
Karena aku merusaknya setelah itu..
Betapa beratnya aku harus mengatakan hal itu. Betapa aku harus mencoba
meyakinkan diriku.. Bagiku, mengatakkan aku ingin mengakhiri hubungan kami ini
sungguh berat.. Aku memilih mati dari pada harus meninggalkannya..
Tapi toh aku juga akan mati kan? Haha..
Ia terus memperhatikanku. Menatap matanya merupakan sesuatu yang berat
untuk dilakukkan. Aku sungguh merasa sangat bersalah karena akan menyakiti
hatinya.. Ya! Aku akan menyakitinya..
Ia mulai merasa ada sesuatu hal yang aneh yang terjadi pada diriku. Aku
mencoba untuk tidak menujukkan apapun padanya. Untuk meyakinkannya..
Dia belum memesan apapun, sampai akhirnya aku menyuruhnya untuk memesan
sesuatu. Ia memesan cappuchino favoritnya.. favoritku juga..
Ia bertanya mengapa aku memesan Americano. Kopi ini jelas lebih pahit
dan ha na tidak pernah melihat aku memesannya..
Sengaja memang. Aku ingin menunjukkan sesuatu yang telah berubah dalam
diriku.. lagi-lagi untuk meyakinkannya..
Aku mencoba meyakinkan dirinya bahwa aku yang dulu telah berubah.
Saat kami berdua diam, mungkin dia berpikir ada sesuatu yang terjadi
pada diriku.. Kenapa aku yang biasanya akan terus mengoceh mendadak membisu
dihadapannya..
Aku sibuk merangkai seluruh kata-kata..
Lebih tepatnya berpikir, kata-kata apa yang akan kulontarkan padanya
nanti..
“Kita akhiri saja sampai disini..” atau “ Aku ingin hubungan kita
berakhir.. Bagaimana aku akan mengatakannya??!! Semua ini membuatku gila!
Aku tidak menginginkan hal ini. Dia tahu aku begitu mencintainya dan aku
tahu dia begitu mencintaiku. Tapi kenapa aku harus lakukan hal ini.. Kulakukkan
ini semua demi dirinya..
Akhirnya aku memberanikkan diri. Mengumpulkan semua ketegaran yang aku
punya untuk mengatakan hal itu padanya, bahwa aku ingin semuanya berakhir..
Awalnya dia terdiam.. lalu bertanya apa aku marah karena ia terlambat 10
menit dari janjinya semula..
Tidak Ha Na.. Tidak..
Tidak Ha Na.. Tidak..
aku tidak marah padamu.. Kau yang harus marah padaku..
Mengapa kau menangis Ha Na? kau tahu tangisanmu merupakan kelemahan
bagiku.. aku tak sanggup jika harus melihatmu menangis dihadapanku.. Dan tangisan
itu.. air mata itu jatuh karena aku..
Kenapa kau tidak marah saja ketika aku katakan jika aku menyukai wanita
lain? Kenapa kau malah menangis Ha Na?
Sesungguhnya aku tak pernah menyukai wanita lain selain kau. Hanya kau..
Hanya ada kau!
Lalu tiba-tiba kau berkata akan melepasku.. melepasku agar aku bisa bebas
mencintai siapa saja..
Kau tahu betapa sulitnya aku saat itu? Betapa sulitnya aku harus
mengatakan kebohongan! Aku berbohong kepadamu! Betapa sulitnya aku harus
mengatakan hal itu kepadamu..
Betapa sulitnya ketika aku harus menatap matamu…
Aku membenci diriku sendiri yang dengan mudahnya mengatakkan bahwa ingin
hubungan kita berakhir. Aku benci diriku sendiri! Tapi kau tahu? Itu tidak
mudah..
Aku memikirkan hal ini berhari-hari sampai aku tidak bisa tidur..
Memikirkanmu dan bagaimana reaksi yang akan kau timbulkan jika aku
mengatakannya kepadamu..
Aku benci diriku sendiri yang dengan mudahnya menyakiti hatimu.
Mengingat hatimu sudah kumiliki sejak lama, namun aku menyakitinya…
Ha Na tak tahu betapa aku sekuat tenaga untuk tidak mengeluarkan airmata
setetespun dihadapanmu. Suaraku yang sudah mulai serakpun aku tahan sebisa
mungkin demi meyakinkan dirimu..
Lalu ia bertanya apa salahnya.. kenapa aku ingin semuanya berakhir..
Kau tidak salah apa-apa Ha Na.. aku yang salah.
Berani-beraninya melukai perasaanmu.. beraninya mengatakkan hal itu
padamu..
Lalu ia bertanya sejak kapan aku menyukai wanita lain.
Kau membuat otakku bekerja lebih
keras lagi untuk berbohong..
Aku menyukai wanita lain dan aku tidak ingin menyakiti hatimu.. lebih
baik kita akhiri saja sampai disini— Kata-kata apa ini?
Dengan mengatakkan aku ingin mengakhiri semuanya saja itu sudah cukup
menyakiti hatinya, Luhan! Kau jahat!
Kenapa Ha Na tidak marah padaku sama sekali? Dia hanya menangis dan itu
membuatku makin merasa bersalah..
Terima kasih Ha Na, kau sudah menjadi
bagian dari hidupku.. terima kasih karena kau sudah menerimaku apa adanya..
Dengan segala kekurangan yang aku punya….—
Terima kasih sudah mau menjadi
kekasihku selama 3 tahun ini. Terima kasih sudah menemani hari-hariku.. Maaf
jika aku menyakiti hatimu.. Maaf jika aku melukai perasaanmu….—
Sebenarnya masih banyak kata
terima kasih dan kata maaf yang ingin kulontarkan padanya..
Tapi mengatakkan terima kasih dan maaf saja aku pikir, aku tidak tahu diri..
Tapi mengatakkan terima kasih dan maaf saja aku pikir, aku tidak tahu diri..
Jutaan maaf mungkin tidak akan
pernah bisa menyembuhkan hatinya..
Aku memberikkan kunci dari gembok
cinta yang kupasang bersamanya dulu di N Seoul Tower. Menyuruhnya untuk melepas
gembok itu.. membuatnya lebih menerima jika kami bukanlah pasangan kekasih
lagi..
Tiba-tiba kepalaku terasa sakit.
Aku tidak ingin sandiwara ini hancur begitu saja..
aku lebih memilih pergi, karena aku tidak mau Seol Ha Na tahu..
aku lebih memilih pergi, karena aku tidak mau Seol Ha Na tahu..
Aku tidak ingin Seol Ha Na
mengetahuinya..
Aku tidak ingin Seol Ha Na
menangisi kepergianku..
Aku tidak ingin..
Aku lebih memilih mengakhiri
hubunganku dengannya, agar ia bisa menemukkan lelaki yang bisa
membahagiakannya.. Menghabiskan lebih banyak hari-hari bahagia bersamanya..
Lebih dari hari-harinya
bersamaku..
Aku tidak ingin ia menangis jika aku mati nanti.
Jadi aku biarkan kesalahpahaman
ini terus berlanjut pada akhirnya.
Jika dia melupakanku.. Itu akan jauh
lebih baik..
Aku pergi.. Maafkan aku…
Ha na tak pernah tahu betapa aku
ingin kembali ke meja itu. Lalu berkata bahwa aku kembali.. aku menyesal
mengatakkan hal itu padamu.. Lalu aku dan kau akan bersama-sama lagi..
Betapa sulitnya menahan diriku
untuk kembali ke meja itu..
Dan pelukkan itu..
pelukkan bersama Ji eun di N Seoul tower..
Aku melihatmu dari atas..
kau berlari sambil menangis, dan pergi dari sana..
Kau tahu betapa sakitnya aku?
Kau tau betapa sakitnya aku melihatmu menangis..
menangis karena aku..
Maafkan aku Ha Na..
Maaf karena harus menyakitimu..
maaf karena harus meninggalkanmu..
maaf karena harus pergi dari kehidupanmu..
Terima kasih karena telah
memberikkan hari-hari terindah dalam hidupku..
terima kasih karena kamu selalu mengerti aku..
terima kasih karena telah membuatku tahu, cinta yang tulus itu seperti apa..
terima kasih karena telah menjadi bagian dari hidupku..
Ha Na aku mencintaimu..
Saranghanda……
Harusnya bulan depan menjadi hari
jadi kita yang 3..
Tapi aku merusaknya..
▲
Tulisan
itu berhenti sampai disana. Seol Ha Na entah sudah mengeluarkan puluhan tetesan
air mata. Lee ji eun yang juga berada disana ikut menangis juga.
Ia
merasa bahwa ia bukan kekasih yang baik..
Menapa tak ada satupun sesuatu yang ia ketahui..?
Menapa tak ada satupun sesuatu yang ia ketahui..?
Mengapa Luhan
memutuskan untuk mengakhiri semuanya..
Mengapa Luhan meninggalkannya…
Semua itu ia lakukkan agar Seol Ha Na tidak menangis..
Ia
melakukkannya demi Seol Ha Na…
Betapa
beratnya keputusan yang Luhan ambil saat itu.. Untuk pergi dari kehidupan Seol hana..
Tanpa harus lebih menyakiti hati Ha Na..
Tanpa harus lebih menyakiti hati Ha Na..
“Dimana Luhan?
Dimana ia sekarang? Mengapa dia menghilang?” Tanya Seol Ha Na. matanya yang
tadinya terpaku pada layar laptopnya kini berganti ke wanita yang duduk
disampingnya itu.
“Dia
pergi 1 bulan yang lalu..” Jawab wanita itu pelan.
Seol Ha
Na masih tidak mengerti.. ia masih juga belum mengerti dengan situasi yang
terjadi..
“Kemana?
Kampung halamannya? Beijing?” Tanya Seol Ha Na lagi.
Wanita
itu menggeleng pelan. “Ia sudah pergi ke surga..”
▲
“ Kau yakin akan melakukkan hal
ini..?” Tanya Lee Ji Eun kepada Luhan yang berada disampingnya.. Di puncak N
Seoul tower. Mereka berada didepan Jendela besar yang berada disana.
“Hanya peluk saja kan?” Tanya
wanita itu lagi. “aku takut membuatnya salah paham.”
“Kenapa? Kau tidak mau? Justru
yang aku lakukkan untuk membuatnya salah paham..” Jawab Luhan.
“Kau jahat Luhan! Bagimana bisa
kau melakukkan hal itu..” Ujar Lee ji eun kepada Luhan.
“Kau pikir aku ingin? Kau pikir
tidak berat bagiku untuk lakukkan hal itu..? Umurku tinggal 2 bulan lagi Ji
eun. Itu semua kulakukkan demi dirinya.. kalau aku mati dan dia terus-terusan
mengingatku bagaimana? Lebih baik jika dia menemukkan laki-laki lain dan hidup
bahagia..” Ujar Luhan. Memandangi lampu-lampu kota Seol yang ramai. Pandanganya
seperti menembus dimensi lain yang tak mungkin bisa dijangkau. “Ia bisa hidup
bahagia nantinya..”
“Bagaimana kau tahu jika ia akan
datang kemari?”
“Ketika ia mengalami hari yang
berat.. Dia akan pergi sendirian kesini.. untuk menenangkan diri..” Ujar Luhan
lalu meneguk kopi hangat yang berada digenggamannya.
“Aku mengandalkan aktingmu Ji
eun.. Beraktinglah yang bagus..” Tambah Luhan. “Aku ingin Ha Na menganggapku
sebagai laki-laki jahat yang meninggalkannya demi wanita lain..”
.END.
▲
A/N : Luhan bukan nappeun namja! Luhan bukan
nappeun Namja!! Dia ngelakuin itu demi Seol Ha Na.*nangis*FF sad romance tercepet yang pernah aku buat. 2 hari! *2 hari itu lama kali -_- Dan baru pertama kali pake cast luhan. Biasanya kepikirannya sehun kai sehun kai -_-
terima kasih kepada hujan yang nambahin kadar galau aku. Sama lagu-lagu galau yang aku puter sengaja untuk menggalaukan suasana hati aku. Jadikebawa-bawa sampe FF ^^
Wah gila bagus banget ff nya, suka bangeeet...
BalasHapusI really love this ff ^^ Salah satu ff yg bsa buat nangis kejeerrr :')
BalasHapusLove love love!!!! <3
Keren thor, ini ff pertama yang buat gue nangis. apalagi cast nya bang luhan, jadi inget bang luhan, nangis kejer sampe bantal basah, ugh pokoknya keren thor.
BalasHapus